☼ Senyum Bening
Seorang Ibu | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku
sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog
sendiri ingin menjawab keinginan sahabat
untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J
Hari itu sebagaimana biasa aku pulang sekolah siang hari
bolong, bergulat dengan ganasnya aspal jalanan yang dibalut kerikil kecil
diatas sepeda bekas ini. Huh mentari rasanya diatas ubun-ubun. Panas menyengat,
jikalau kasurku di depan mata rasanya mau pingsan aja.
Pulang ke rumah berhadapan lagi dengan Ibuku, masih dengan senyuman kepura-puraannya. Dia menyapaku dan kujawab juga seperti biasa. Cuek. Ibuku ini memang kejam dia baru kembali kepada suami dan anaknya setelah kurang lebih 7 tahun setelah dia menyelesaikan kontraknya di luar negri. Tapi tidak ada yang ia bawa sedikitpun, tahu tuh kemana. Ia tinggalkan aku ketika aku masih berumur 4 tahun. Tapi anehnya ayahku masih rela menerimanya. Aku aja anaknya, hah, kesel rasanya. Apalagi setelah ia baru saja kembali kami langsung ditinggal lagi. Ia pulang kampung dulu katanya, ke Bandung. Kami di tinggal lagi satu minggu.
'Gimana pelajarannya tadi ?' ibuku bertanya, 'biasa aja koq, gak ada yang berubah sama kaya minggu lalu'. Bisa-bisanya dia tanya masalah pelajaran sejak kapan ia peduli sama aku. Aku langsung aja menoleh ke pintu kamarku, kuraih daun pintu, dan langsung aja kurebahkan tubuhku yang sedari tadi ingin ku istirahatkan.
Ayahku, hari ini ia berangkat menuju Surabaya. Ia ada tugas dari kantor untuk satu minggu. Akhirnya aku tinggal berdua dengan Ibu baruku itu. Entah rasanya kami kurang akrab dan rasanya dia asing bagiku. Padahal ayahku pernah mengajak kami jalan-jalan bareng. Tapi, memang begitulah sikapku masih saja belum bisa menerima.
Sepertinya kebosanan akan menerpaku seminggu ini. No problemo, aku akan ajak temanku aja untuk menginap di sini. Akhirnya aku mengajak tiga orang temanku untuk menginap di rumah pada hari Sabtu dan Minggu. Maunya sih selama satu minggu itu, tapi tak apalah.
Pulang sekolah kami langsung meluncur ke rumahku dengan sepeda kami masing-masing. Setibanya di rumah lansung ibuku menyambut kami. Masih dengan senyumannya. Sebel aku.
'Mau nginep di sini dek' tanya ibu. 'ya bu' jawab temanku. 'anggap aja rumah sendiri ya.. jangan malu-malu' jawab ibuku lagi.
Kami langsung aja ke kamarku, kami ganti baju dan langsung makan makanan yang sudah ada di meja makan. Setelah itu kami langsung main playstation sampai jam 10 malam. Ibuku langsung bicara 'sudah malam nak belum tidur juga' aku bosan dengan perkataan itu. 'Ya Bu bentar lagi' akhirnya ibuku tertidur juga di kursi, ngapain lagi masih ada kamar kok tidur di kursi.
Malam minggu itu kami selesai main playstation pukul 12 malam. Rame deh rasanya, gak seperti biasanya. Sepi.
Kami langsung menuju kamar dan bersiap tidur. Salah satu temanku bertanya 'kok kamu jahat banget sih sama ibumu?'. Dia belum ngerti kali. Dia menyinggung kejadian tadi sore. Ya, tadi ibuku memasak air hangat, untukku mandi. Dan dia menyuruhku mandi berulang-ulang, tanpa ku gubris. Akhirnya kujelaskan semuanya. Dia mengira aku ini masih kecil, seperti waktu ia tinggalkan dahulu, padahal sekarang aku sudah besar. Aku sudah mengerti semuanya.
Tapi tetap aja temanku tidak mengerti juga. Susah memang.
Paginya aku langsung bersepeda ria dengan teman-temanku. Berangkat pukul 7 setelah selesai sarapan dan mandi. Dan langsung aku antarkan teman-temanku ke rumahnya masing-masing, hingga aku pulang ke rumah lagi pukul 4 sore.
Ayah.. dia masih 5 hari lagi di Surabaya.
Pulang ke rumah aku langsung di suruh mandi, padahal kan aku masih capek. Esoknya aku kembali ke sekolah, rasanya ingin berlama-lama deh di sekolah, di rumah bosen. Tapi tetap aja aku harus pulang karena di sekolahpun tak ada gunanya.
Aneh, kok ibu tak ada di rumah. Kulihat secarik kertas tertempel di lemari es "Ibu ke bu RT dulu, ada yang harus ibu selesaikan, Insya Allah ibu akan cepat kembali, Kunci kamarmu ada di kamar ibu dekat lemari."
Buat apa ia tulis pesen gituan padahal aku kan sudah tak peduli lagi, toh ibu sudah meninggalkan ku dari aku kecil.
Terpaksa aku ke kamar ibuku dulu untuk mengambil kunci.
Di atas rak tergeletak sebuah buku harian, cukup tebal. Di ujung pembatas buku tertulis "Jangan dibaca", Ah peduli amat.
"14 Oktober 2001, 23:00
Baru kali ini saya menulis lagi di buku harian ini, rasanya tak ada waktu bagiku untuk mencurahkan segala perasaan ini, mungkin saya terlalu sibuk dengan anak dan suamiku. Ah senang rasanya kembali mempunyai keluarga yang utuh, mengurus kembali mereka, betul-betul kembali menjadi seorang ibu. Di Jerman sana, ternyata tidak ada ketenangan yang bisa didapat, hampa sekali akan kebahagiaan. Untung saja saya masih punya sisa tabungan untuk kembali ke tanah kelahiran tercinta, terimakasih Allah keluarga disini masih bisa menerima, padahal janjiku masih 3 tahun lagi. Salah ternyata pilihanku. Semoga tidak terlambat untuk diperbaiki.
Anwar, suamiku ternyata engkau masih setia, senyum tulusmu masih dapat kulihat, engkau tidak menyalahkanku sedikitpun. Terimakasih Allah.
Nizzat, anakku. Dulu kutinggalkan kau ketika kau masih 4 tahun, tangis terakhirmu masih dapat kuingat, manja, mungil. Maafkan Ibu nak, ibu memang bukan ibu yang terbaik, tapi ibu selalu berusaha menjadi lebih baik. Sikap dinginmu, ibu tahu nak ibu memang pantas menerima sikapmu. Kini kau tumbuh besar, ibu sempat pangling, tapi hidung bangirmu tak pernah ibu lupa, mirip sekali ayahmu. Selama ibu tinggal entah siapa yang mendidikmu, ibu sadari itu tugas ibu, maafkan ibu dan ibu akan berusaha mendidikmu meskipun itu dirasa telah terlambat. Ibu belikan kamu sepeda, meski sepeda bekas, karena ibu berat melihatmu hanya numpang sepeda temanmu, pergi tanpa sarapan, karena jarak sekolah yang cukup jauh. Tapi tidak apa kan nak, ibu senang kok sepeda itu sering kamu pakai dengan teman-teman.
Kemarin kamu ajak teman-temanmu menginap, senang sekali ibu, rumah ini jadi ramai, kamu pun ceria tidak seperti biasa, padahal kalau ibu boleh minta ajaklah temanmu menginap tiap malam agar rumah ini tetap ramai. Sampaikan maaf ibu pada temanmu yang tidak bisa memberikan lebih.
Nizzat, ibu menggantungkan harapan besar padamu, sampai kapanpun sikapmu ini berlanjut ibu akan tetap sabar, sampai kamu bisa menerima ibumu ini kembali.
Ya Allah jadikanlah anakku ini seseorang yang berguna, tambahkan rizkinya, dan janganlah kau halangi kebahagiaanya karena aku. Jadikanlah keluarga kami ini keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, wujudkanlah ya Allah meski hanya satu kedipan mataku"
Kututup rapat buku harian itu. Rasanya ada sesuatu yang menghentikan paru-paru ini bernafas. Suasana kamar menjadi begitu pekat. Bayangan senyum Ibu yang selalu ku acuhkan kini menghampiri, membelai lembut rambut kusamku. Tuhan.. apa yang telah aku lakukan selama ini?
Pulang ke rumah berhadapan lagi dengan Ibuku, masih dengan senyuman kepura-puraannya. Dia menyapaku dan kujawab juga seperti biasa. Cuek. Ibuku ini memang kejam dia baru kembali kepada suami dan anaknya setelah kurang lebih 7 tahun setelah dia menyelesaikan kontraknya di luar negri. Tapi tidak ada yang ia bawa sedikitpun, tahu tuh kemana. Ia tinggalkan aku ketika aku masih berumur 4 tahun. Tapi anehnya ayahku masih rela menerimanya. Aku aja anaknya, hah, kesel rasanya. Apalagi setelah ia baru saja kembali kami langsung ditinggal lagi. Ia pulang kampung dulu katanya, ke Bandung. Kami di tinggal lagi satu minggu.
'Gimana pelajarannya tadi ?' ibuku bertanya, 'biasa aja koq, gak ada yang berubah sama kaya minggu lalu'. Bisa-bisanya dia tanya masalah pelajaran sejak kapan ia peduli sama aku. Aku langsung aja menoleh ke pintu kamarku, kuraih daun pintu, dan langsung aja kurebahkan tubuhku yang sedari tadi ingin ku istirahatkan.
Ayahku, hari ini ia berangkat menuju Surabaya. Ia ada tugas dari kantor untuk satu minggu. Akhirnya aku tinggal berdua dengan Ibu baruku itu. Entah rasanya kami kurang akrab dan rasanya dia asing bagiku. Padahal ayahku pernah mengajak kami jalan-jalan bareng. Tapi, memang begitulah sikapku masih saja belum bisa menerima.
Sepertinya kebosanan akan menerpaku seminggu ini. No problemo, aku akan ajak temanku aja untuk menginap di sini. Akhirnya aku mengajak tiga orang temanku untuk menginap di rumah pada hari Sabtu dan Minggu. Maunya sih selama satu minggu itu, tapi tak apalah.
Pulang sekolah kami langsung meluncur ke rumahku dengan sepeda kami masing-masing. Setibanya di rumah lansung ibuku menyambut kami. Masih dengan senyumannya. Sebel aku.
'Mau nginep di sini dek' tanya ibu. 'ya bu' jawab temanku. 'anggap aja rumah sendiri ya.. jangan malu-malu' jawab ibuku lagi.
Kami langsung aja ke kamarku, kami ganti baju dan langsung makan makanan yang sudah ada di meja makan. Setelah itu kami langsung main playstation sampai jam 10 malam. Ibuku langsung bicara 'sudah malam nak belum tidur juga' aku bosan dengan perkataan itu. 'Ya Bu bentar lagi' akhirnya ibuku tertidur juga di kursi, ngapain lagi masih ada kamar kok tidur di kursi.
Malam minggu itu kami selesai main playstation pukul 12 malam. Rame deh rasanya, gak seperti biasanya. Sepi.
Kami langsung menuju kamar dan bersiap tidur. Salah satu temanku bertanya 'kok kamu jahat banget sih sama ibumu?'. Dia belum ngerti kali. Dia menyinggung kejadian tadi sore. Ya, tadi ibuku memasak air hangat, untukku mandi. Dan dia menyuruhku mandi berulang-ulang, tanpa ku gubris. Akhirnya kujelaskan semuanya. Dia mengira aku ini masih kecil, seperti waktu ia tinggalkan dahulu, padahal sekarang aku sudah besar. Aku sudah mengerti semuanya.
Tapi tetap aja temanku tidak mengerti juga. Susah memang.
Paginya aku langsung bersepeda ria dengan teman-temanku. Berangkat pukul 7 setelah selesai sarapan dan mandi. Dan langsung aku antarkan teman-temanku ke rumahnya masing-masing, hingga aku pulang ke rumah lagi pukul 4 sore.
Ayah.. dia masih 5 hari lagi di Surabaya.
Pulang ke rumah aku langsung di suruh mandi, padahal kan aku masih capek. Esoknya aku kembali ke sekolah, rasanya ingin berlama-lama deh di sekolah, di rumah bosen. Tapi tetap aja aku harus pulang karena di sekolahpun tak ada gunanya.
Aneh, kok ibu tak ada di rumah. Kulihat secarik kertas tertempel di lemari es "Ibu ke bu RT dulu, ada yang harus ibu selesaikan, Insya Allah ibu akan cepat kembali, Kunci kamarmu ada di kamar ibu dekat lemari."
Buat apa ia tulis pesen gituan padahal aku kan sudah tak peduli lagi, toh ibu sudah meninggalkan ku dari aku kecil.
Terpaksa aku ke kamar ibuku dulu untuk mengambil kunci.
Di atas rak tergeletak sebuah buku harian, cukup tebal. Di ujung pembatas buku tertulis "Jangan dibaca", Ah peduli amat.
"14 Oktober 2001, 23:00
Baru kali ini saya menulis lagi di buku harian ini, rasanya tak ada waktu bagiku untuk mencurahkan segala perasaan ini, mungkin saya terlalu sibuk dengan anak dan suamiku. Ah senang rasanya kembali mempunyai keluarga yang utuh, mengurus kembali mereka, betul-betul kembali menjadi seorang ibu. Di Jerman sana, ternyata tidak ada ketenangan yang bisa didapat, hampa sekali akan kebahagiaan. Untung saja saya masih punya sisa tabungan untuk kembali ke tanah kelahiran tercinta, terimakasih Allah keluarga disini masih bisa menerima, padahal janjiku masih 3 tahun lagi. Salah ternyata pilihanku. Semoga tidak terlambat untuk diperbaiki.
Anwar, suamiku ternyata engkau masih setia, senyum tulusmu masih dapat kulihat, engkau tidak menyalahkanku sedikitpun. Terimakasih Allah.
Nizzat, anakku. Dulu kutinggalkan kau ketika kau masih 4 tahun, tangis terakhirmu masih dapat kuingat, manja, mungil. Maafkan Ibu nak, ibu memang bukan ibu yang terbaik, tapi ibu selalu berusaha menjadi lebih baik. Sikap dinginmu, ibu tahu nak ibu memang pantas menerima sikapmu. Kini kau tumbuh besar, ibu sempat pangling, tapi hidung bangirmu tak pernah ibu lupa, mirip sekali ayahmu. Selama ibu tinggal entah siapa yang mendidikmu, ibu sadari itu tugas ibu, maafkan ibu dan ibu akan berusaha mendidikmu meskipun itu dirasa telah terlambat. Ibu belikan kamu sepeda, meski sepeda bekas, karena ibu berat melihatmu hanya numpang sepeda temanmu, pergi tanpa sarapan, karena jarak sekolah yang cukup jauh. Tapi tidak apa kan nak, ibu senang kok sepeda itu sering kamu pakai dengan teman-teman.
Kemarin kamu ajak teman-temanmu menginap, senang sekali ibu, rumah ini jadi ramai, kamu pun ceria tidak seperti biasa, padahal kalau ibu boleh minta ajaklah temanmu menginap tiap malam agar rumah ini tetap ramai. Sampaikan maaf ibu pada temanmu yang tidak bisa memberikan lebih.
Nizzat, ibu menggantungkan harapan besar padamu, sampai kapanpun sikapmu ini berlanjut ibu akan tetap sabar, sampai kamu bisa menerima ibumu ini kembali.
Ya Allah jadikanlah anakku ini seseorang yang berguna, tambahkan rizkinya, dan janganlah kau halangi kebahagiaanya karena aku. Jadikanlah keluarga kami ini keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, wujudkanlah ya Allah meski hanya satu kedipan mataku"
Kututup rapat buku harian itu. Rasanya ada sesuatu yang menghentikan paru-paru ini bernafas. Suasana kamar menjadi begitu pekat. Bayangan senyum Ibu yang selalu ku acuhkan kini menghampiri, membelai lembut rambut kusamku. Tuhan.. apa yang telah aku lakukan selama ini?
Sumber inspirasi : kota santri [dot] com ,
Republika [dot] com , helvitiana rosa ,
MQMedia[dot]com ,dakwah.org serta beberapa majalah dan buku kumpulan
cerpen