Pengertian nifaq (kemunafikan),Jenis-jenis
kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah menjauhi dan Perbedaan kemunafikan
kecil dan kemunafikan besar
Assalamualaikum warohmatulahi
wabarokatuh, wahai saudara saudariku sobat asa Blog yang kucintai karena Allah
SWT.
Saat ini asa blog sedang ingin membagikan
beberapa tread tentang islami yang niatnya Insyaallah agar kita bisa bersama
sama dapat mempelajari islam , satu satunya agama yang diridhoi Allah SWT ,
yang insyaallah ini dapat menjadi bekal diakhirat kelak karena “
Jika manusia telah meninggal maka
putuslah amalnya kecuali tiga macam:
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
terlebih dahulu asa Blog ingin
mengingatkan kepada sobat asa Blog yang kucintai karena Allah bahwa janganlah
kita bertikai hanya karena sunah atau yang sesungguhnya tidak diwajibkan ,
justru pertikaian sangat dimurkai Allah subhanawataala , yang diperlukan adalah
niat ibadah karena Allah SWT yang maha HAQ.
Hmmz,di tread ini asa blog akan membahas
mengenai Pengertian nifaq (kemunafikan),Jenis-jenis
kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah menjauhi dan Perbedaan
kemunafikan kecil dan kemunafikan besar,
Nah,apakah sobat asa Blog yang kucintai
karena Allah tertarik dengan judul Pengertian nifaq
(kemunafikan),Jenis-jenis kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah
menjauhi dan Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar ini,
Nah,banyak sekali sumber sumber
yang membahas mengenai Pengertian nifaq
(kemunafikan),Jenis-jenis kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah
menjauhi dan Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar,dan
kebanyakan berbeda isinya,
Asa Blog sendiri akan mencoba
mengulas dari sudut pandang asa dan beberapa sumber yang insayaallah dapat
mendapatkan pandangan yang Objektif.
lebih jelasnya silahkan sobat asa Blog
baca perincian tread Pengertian nifaq
(kemunafikan),Jenis-jenis kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah
menjauhi dan Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar ini ya,semoga bermanfaat.!
Jazzakallahu khair
Pengertian nifaq (kemunafikan)
Kemunafikan adalah menyembunyikan kebatilan dan menampakkan
kebaikan. Kemunafikan adalah penyakit hati yang berbahaya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
(Al-Baqarah: 10)
Jenis nifaq (kemunafikan)
Ada dua jenis, yakni nifaq akbar
(kemunafikan besar) dan nifaq asghar (kemunafikan kecil). Kemunafikan akbar
yang disebut juga kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah menyembunyikan
kekufuran dan menampakkan keislaman. Kemunafikan ini mengeluarkan pelakunya
dari Islam.
Kemunafikan asghar yang disebut pula kemunafikan amali
(amalan) adalah menampakkan lahiriah yang baik dan menyembunyikan kebalikannya.
Pokok kemunafikan asghar kembali kepada lima
perkara: Sering berdusta ketika berbicara, sering tidak menepati janji, jika
berselisih melampaui batas, jika melakukan perjanjian melanggarnya, dan sering
khianat jika diberi amanah.
Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kesimpulannya, kemunafikan
asghar semuanya kembali kepada berbedanya seseorang ketika sedang sendiri dan
ketika terlihat (bersama) orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Hasan
Al-Bashri rahimahullahu.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 747)
Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar
Di antara perbedaan antara keduanya adalah:
1. Kemunafikan akbar pelakunya keluar dari Islam, adapun
kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam.
2. Kemunafikan akbar tidak mungkin bersatu dengan keimanan,
adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada seorang yang beriman.
3. Kemunafikan akbar pelakunya kekal di neraka, sedangkan
kemunafikan asghar pelakunya tidak kekal di neraka. (Lihat Kitabut Tauhid,
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Bahaya kemunafikan
asghar
Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kemunafikan asghar adalah
jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju
kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan
dicabut keimanannya ketika menjelang mati, demikian juga orang yang
terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan
dan menjadi munafik tulen.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Orang beriman senantiasa khawatir terjatuh ke dalam
kemunafikan
Ibnu Mulaikah rahimahullahu berkata: “Aku mendapati tiga
puluh orang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya
mengkhawatirkan kemunafikan atas dirinya.”
Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu sampai bertanya
kepada Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, apakah dirinya termasuk yang disebut oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang munafik.
Sebagian ulama menyatakan: “Tidak ada yang takut dari
kemunafikan kecuali mukmin, dan tidak ada yang merasa aman darinya kecuali
munafik.” (dibawakan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dari Al-Hasan Al-Bashri
rahimahullahu)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu ditanya, “Apa pendapatmu tentang
orang yang mengkhawatirkan atas dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Siapa
yang merasa dirinya aman dari kemunafikan?” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Jauhilah Sifal-sifat
Munafik
Di awal surat
Al-Baqarah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tiga golongan manusia:
1. Kaum mukminin
2. Orang-orang kafir
3. Orang-orang munafik
Allah Subhanahu wa Ta’ala membeberkan kepada kaum mukminin di
dalam ayat-ayat tersebut tentang kebusukan hati orang-orang munafik dan permusuhan
mereka kepada kaum mukminin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa mereka adalah
orang-orang yang berbuat kerusakan namun mengklaim sebagai orang yang melakukan
perbaikan:
وَإِذَا قِيلَ
لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ. أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan
kerusakan di muka bumi.” Maka mereka berkata, “Kami hanyalah orang-orang yang
melakukan perbaikan.” Ketahuilah, mereka adalah umat yang melakukan kerusakan
namun mereka tidak mengetahuinya. (Al-Baqarah: 11-12)
Mereka adalah orang-orang dungu. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَإِذَا قِيلَ
لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab, “Akan berimankah kami
sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh (dungu), tetapi mereka tidak tahu.
(Al-Baqarah: 13)
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memperolok mereka:
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan
mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (Al-Baqarah: 15)
Di antara bentuk balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
adalah ketika di hari kiamat nanti, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
يَوْمَ تَرَى
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ. يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ
نَكُنْ مَعَكُمْ قَالُوا بَلَى وَلَكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّى
جَاءَ أَمْرُ اللهِ
وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki
dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, (dikatakan kepada meraka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu,
(yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di
dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” Pada hari ketika orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman:
“Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.” Dikatakan
(kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya
(untukmu).” Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu, di
sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.
Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata:
“Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kalian?” Mereka menjawab: “Benar,
tetapi kalian mencelakakan diri kalian sendiri dan menunggu (kehancuran kami)
dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah
ketetapan Allah, dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat
penipu.” (Al-Hadid: 12-14)
Di dalam ayat-ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengancam orang-orang munafikin dengan ancaman yang keras. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ
الْخِزْيُ الْعَظِيمُ
“Tidakkah mereka (orang-orang munafik) mengetahui bahwasanya
barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya maka bagi dia neraka jahanam. Dia
kekal di dalamnya dan itu adalah kehinaan yang besar.” (At-Taubah: 63)
Di dalam ayat yang lain:
وَعَدَ اللهُ
الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا
“Allah mengancam orang-orang munafik yang laki-laki dan
perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka jahanam. Mereka kekal di
dalamnya.” (At-Taubah: 68)
Kelak mereka akan ada di kerak neraka yang terbawah:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ
لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (An-Nisa: 145)
Banyak lagi nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
menunjukkan keburukan orang-orang munafik dan ancaman bagi mereka. Sehingga
seyogianya bagi seorang muslim untuk berhati-hati dari mereka dan juga menjauhi
sifat-sifat mereka.
Jauhi sifat-sifat
munafik
Kami akan sebutkan beberapa sifat kemunafikan amali yang
telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
kemunafikan amali inilah yang kadang dianggap remeh oleh sebagian kaum
muslimin. Padahal kemunafikan amali sangatlah fatal akibatnya jika terus
dilakukan seseorang. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullahu:
“Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat
adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas
maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati. Demikian juga
orang yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut
darinya keimanan dan menjadi munafik tulen.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ؛ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ
أَخْلَفَ
“Tanda orang munafik ada tiga: Jika bicara berdusta, jika
diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji menyelisihinya.”
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ
مُنَافِقًا خَالِصًا، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلةٌ مِنْهُنَّ فِيهِ كَانَتْ فِيهِ
خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ
“Empat perkara, barangsiapa yang ada pada dirinya keempat
perkara tersebut maka ia munafik tulen. Jika ada padanya satu di antara
perangai tersebut berarti ada pada dirinya satu perangai kemunafikan sampai
meninggalkannya: Yaitu seseorang jika bicara berdusta, jika membuat janji tidak
menepatinya, jika berselisih melampui batas, dan jika melakukan perjanjian
mengkhianatinya.”
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa di antara perangai
kemunafikan adalah:
1. Berdusta ketika bicara
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Inti kemunafikan
yang dibangun di atasnya kemunafikan adalah dusta.”
2. Mengingkari janji
3. Mengkhianati amanah
4. Membatalkan perjanjian secara sepihak
Perjanjian yang dimaksud dalam hadits ini ada dua:
1. Perjanjian dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
senantiasa beribadah kepada-Nya.
2. Perjanjian dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dan ini mencakup banyak perkara.
Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya senantiasa
berusaha memenuhi perjanjiannya, terlebih lagi perjanjiannya dengan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23)
Lain halnya dengan orang-orang kafir dan munafik. Mereka
adalah orang-orang yang suka membatalkan secara sepihak serta tidak menepati
perjanjian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ
اللهِ مِنْ بَعْدِ
مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada
mereka) untuk menghubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi. Mereka
itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Baqarah: 27)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُونَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ
لَا يَتَّقُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian
dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya setiap kalinya, dan
mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (Al-Anfal: 56)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ
ءَاتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ. فَلَمَّا ءَاتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ. فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada
Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
shalih.” Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya,
mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang
yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada
hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah
memungkiri terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala apa yang telah mereka ikrarkan
kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. (At-Taubah: 75-77)
Wajib hukumnya memenuhi perjanjian dengan hamba Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Ibnu Rajab rahimahullahu menyatakan: “Mengingkari
(mengkhianati) perjanjian adalah haram dalam semua perjanjian seorang muslim
dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad. Oleh karena itu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ
مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ
رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau
surga padahal wanginya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” (HR.
Al-Bukhari no. 3166) [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 744]
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullahu juga menyatakan: “Adapun
perjanjian di antara kaum muslimin maka keharusan untuk memenuhinya lebih kuat
lagi, dan membatalkannya lebih besar dosanya. Yang paling besar adalah
membatalkan perjanjian taat kepada pemimpin muslimin yang (kita) telah
berbai’at kepadanya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ وَلَا
يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: …وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى
لَهُ…
Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat nanti, tidak akan disucikan, dan mereka akan
mendapatkan azab yang pedih –di antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpinnya
hanya karena dunia, jika pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi
perjanjiannya dan jika tidak maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” (HR.
Al-Bukhari no. 2672, Muslim no. 108)
Berhati-hatilah dari berbagai bentuk kemunafikan
Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Sebagian orang mengira
kemunafikan hanyalah ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
saja, tidak ada kemunafikan setelah zaman beliau. Ini adalah prasangka yang
salah. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Kemunafikan pada zaman ini lebih
dahsyat dari kemunafikan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Mereka berkata: ‘Bagaimana (bisa dikatakan demikian)?’ Beliau menjawab:
‘Orang-orang munafik di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembunyikan kemunafikan mereka. Adapun sekarang, mereka (berani) menampakkan
kemunafikan mereka’.”
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Kemunafikan
sekarang ini banyak terjadi pada pergerakan politik, sebagaimana telah
dipersaksikan oleh sebagian mereka. Sebagian mereka menyatakan: ‘Aku tidak
pernah tahu ada politikus yang tidak berdusta.’ Sebagian bahkan menyatakan:
‘Sesungguhnya politik adalah kemunafikan.’ Sehingga kebanyakan politikus
terkena kemunafikan amali dalam partai-partai politik.”
Beliau juga menyatakan: “Di antara tanda kemunafikan amali
adalah ber-wala’ (berloyalitas) dengan ahlul bid’ah serta membuat manhaj-manhaj
berbahaya dalam rangka melawan dan meruntuhkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
(Syarh Ushulus Sunnah)
“Wahai Nabi, jihadilah orang-orang kafir dan munafikin serta
bersikap keraslah kepada mereka.” (At-Tahrim: 9)
Dalam ayat yang lain:
هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ
“Mereka (orang-orang munafik) adalah musuh maka hati-hatilah
dari mereka…” (Al-Munafiqun: 4)
Maka, sepatutnya seorang muslim menjauhkan diri dari amalan
dan sifat-sifat musuh mereka, serta menjauhkan diri dari semua perkara yang
akan menjatuhkan dirinya ke dalam kemunafikan, seperti politik praktis dan
berbagai jenis kebid’ahan. Nas’alullah al-’afwa wal afiyah.
Sumber: asysyariah Penulis : Al-Ustadz Abu Abdurrahman
Mubarak Judul: Jauhilah Sifal-sifat Munafik
Sumber lain : quran dan sunah
Nah,itulah yang bisa ASA BLOG
sajikan untuk saudara saudariku yang kucintai karena Allah taala mengenai Pengertian nifaq (kemunafikan),Jenis-jenis kemunafikan ( nifaq
),bahaya nifaq , perintah menjauhi dan Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan
besar , semoga
kita dapat memetik hikmah dan pelajaran dari informasi yang asa blog post kan
kali ini.amin
jika sobat asa blog memiliki
pendapat lain mengenai Pengertian nifaq
(kemunafikan),Jenis-jenis kemunafikan ( nifaq ),bahaya nifaq , perintah menjauhi
dan Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar atau memiliki
kritik dan saran tentang asa blog ini,silahkan di share di posting
komentar,jika tidak bisa silahkan posting di sebelah kanan page ini (karikatur
putih bertuliskan minum kopi gan(…) di home page asaarham.blogspot.com
) atau dapat pula menghubungi asa blog lewat facebook
asa tutup wassalamualaikum
warohmatullahiwabarokatu.
Jazzakallahu khair