DIMANA SI TEMPAT
MELETAKAN KEDUA TANGAN SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ?
Assalamualaikum
warohmatulahi wabarokatuh, wahai saudara saudariku sobat asa Blog yang kucintai
karena Allah SWT.
Saat ini asa blog
sedang ingin membagikan beberapa tread tentang islami yang niatnya Insyaallah
agar kita bisa bersama sama dapat mempelajari islam,satu satunya agama yang
diridhoi Allah SWT ,yang insyaallah ini dapat menjadi bekal diakhirat kelak
karena “
Jika manusia telah
meninggal maka putuslah amalnya kecuali tiga macam:
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
terlebih dahulu asa
Blog ingin mengingatkan kepada sobat asa Blog yang kucintai karena Allah bahwa
janganlah kita bertikai hanya karena sunah atau yang sesungguhnya tidak
diwajibkan,justru pertikaian sangat dimurkai Allah subhanawataala,yang
diperlukan adalah niat ibadah karena Allah SWT yang maha HAQ.
Hmmz,di tread ini asa
blog akan membahas mengenai DIMANA SI TEMPAT MELETAKAN KEDUA TANGAN
SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ? ,
Nah,apakah sobat asa
Blog yang kucintai karena Allah tertarik dengan judul DIMANA SI TEMPAT MELETAKAN KEDUA TANGAN SAAT SIKAP
BERDIRI SHOLAT ? ,
Nah,banyak
sekali sumber sumber yang membahas mengenai DIMANA SI
TEMPAT MELETAKAN KEDUA TANGAN SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ? ,dan kebanyakan berbeda isinya,
Asa Blog sendiri akan mencoba mengulas dari sudut pandang asa dan beberapa
sumber yang insayaallah dapat mendapatkan pandangan yang Objektif.
lebih jelasnya
silahkan sobat asa Blog baca perincian tread DIMANA
SI TEMPAT MELETAKAN KEDUA TANGAN SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ? ini ya,semoga bermanfaat.
Ulasan :
Dalam praktik shalat, ketika berdiri, ada sebagian orang
yang meletakkan kedua tangannya di atas dada, pusar, dan lain-lain. Bagaimanakah
tuntunan yang sebenarnya dalam masalah ini?
Menjawab pertanyaan sobat asa blog yang satu ini,asa akan
mencoba menjawab dengan keterbatasan ilmu pengetahuan asa yang dibantu dengan
berbagai referensi.
Yuk simak !!!
Telah tetap tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi
wa sallam, dalam hadits-hadits yang sangat banyak, bahwa pada saat berdiri
dalam shalat, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri, dan ini merupakan
pendapat jumhur tabi’in dan kebanyakan ahli fiqih, bahkan Imam At-Tirmidzy berkata,
“Dan amalan di atas ini adalah amalan di kalangan ulama dari para shahabat,
tabi’in, dan orang-orang setelah mereka ….” Lihat Sunan -nya 2/32.
Akan tetapi, ada perbedaan pendapat tentang tempat
meletakkan kedua tangan (posisi ketika tangan kanan di atas tangan kiri) ini di
kalangan ulama, dan inilah yang menjadi pembahasan untuk menjawab pertanyaan di
atas.
Berikut ini pendapat para ulama dalam masalah ini, diringkas
dari buku La Jadida Fi Ahkam Ash-Shalah karya Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu
Zaid
Pendapat Pertama , kedua tangan diletakkan pada an-nahr.
An-nahr adalah anggota badan antara di atas dada dan di bawah leher. Seekor
onta yang akan disembelih, maka disembelih pada nahr-nya dengan cara ditusuk
dengan ujung pisau. Itulah sebabnya hari ke-10 Dzulhijjah, yaitu hari raya
‘Idul Adha (Qurban), disebut juga yaumun nahr -hari An-Nahr (hari
penyembelihan)-.
Pendapat Kedua , kedua tangan diletakkan di atas dada. Ini
adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’iy pada salah satu riwayat darinya, pendapat
yang dipilih oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzy dan Asy-Syaukany, serta merupakan
amalan Ishaq bin Rahawaih. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany dalam
kitab Ahkamul Jana` iz dan Sifat Shalat Nabi .
Pendapat Ketiga ,kedua tangan diletakkan di antara dada dan
pusar (lambung/perut). Pendapat ini adalah sebuah riwayat pada madzhab Malik,
Asy-Syafi’i dan Ahmad, sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syaukany dalam
Nailul Authar . Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Imam Nawawy dalam Madzhab
Asy-Syafi’i, dan merupakan pendapat Sa’id bin Jubair dan Daud Azh-Zhahiry
sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/313).
Pendapat Keempat , kedua tangan diletakkan di atas pusar.
Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dinukil dari Ali
bin Abi Thalib dan Sa’id bin Jubair.
Pendapat Kelima ,kedua tangan diletakkan di bawah pusar. Ini
adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah bagi laki-laki, Asy-Syafi’iy dalam sebuah
riwayat, Ahmad, Ats-Tsaury dan Ishaq
Pendapat Keenam ,kedua tangan bebas diletakkan dimana saja:
di atas pusar, di bawahnya, atau di atas dada.
Imam Ahmad ditanya, “Dimana seseorang meletakkan tangannya
apabila ia shalat?” Beliau menjawab, “Di atas atau di bawah pusar.” Semua itu
ada keluasan menurut Imam Ahmad diletakkan di atas pusar, sebelumnya atau di
bawahnya. Lihat Bada`i’ul Fawa`id 3/91 karya Ibnul Qayyim.
Berkata Imam Ibnul Mundzir sebagaimana dalam NailulAuthar ,
“Tidak ada sesuatu pun yang tsabit (baca: shahih) dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam, maka ia diberi pilihan.” Perkataan ini serupa dengan
perkataan Ibnul Qayyim sebagaimana yang dinukil dalam Hasyiah Ar-Raudh
Al-Murbi’ (2/21).
Pendapat ini merupakan pendapat para ulama di kalangan
shahabat, tabi’in dan setelahnya. Demikian dinukil oleh Imam At-Tirmidzy.
Ibnu Qasim, dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21),
menisbahkan pendapat ini kepada Imam Malik.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al-‘Allamah
Al-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy rahimahullah karena tidak ada hadits
yang shahih tentang penempatan kedua tangan saat berdiri melaksanakan shalat.
Dalil-Dalil Setiap Pendapat dan Pembahasannya
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang dipakai oleh pendapat ini adalah atsar yang
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu tentang tafsir firman Allah
Ta’ala,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” [
Al-Kautsar: 2 ]
Beliau(?) berkata
(menafsirkan ayat di atas -pent.),
Pembahasan
Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad -nya
(5/226) dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 434 (dan lafazh hadits baginya)
dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Qaththan, dari Sufyan Ats-Tsaury, dari Simak bin
Harb, dari Qabishah bin Hulb.
Hadits ini diriwayatkan dari Hulb Ath-Tha’iy oleh anaknya,
Qabishah, dan dari Qabishah hanya diriwayatkan oleh Simak bin Harb. Selanjutnya,
dari Simak bin Harb diriwayatkan oleh 6 orang, yaitu:
1. Sufyan Ats-Tsaury, akan disebutkan takhrijnya.
2. Abul Ahwash, diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no. 252, Ibnu
Majah no. 809, Ahmad 5/227, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawa`id Al-Musnad 5/227,
Ath-Thabarany 22/165/424, Al-Baghawy 3/31, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.
435.
3. Syu’bah bin Al-Hajjaj, diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim
dalam Al-Ahad Wal Matsany no. 2495 dan Ath-Thabarany 22/163/416.
4. Syarik bin ‘Abdillah, diriwayatkan oleh Ahmad 5/226, Ibnu
Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad Wal Matsany no. 2493, Ibnu Qani’ dalam Mu’jam
Ash-Shahabah 3/198, Ath-Thabarany 22/16/426, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam
At-Tamhid 20/73.
5. Asbath bin Nashr, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany
22/165/422.
6. Hafsh bin Jami’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany
22/165/423.
7. Za`idah bin Qudamah, diriwayatkan oleh Ibnu Qani’ dalam
Mu’jam Ash-Shahabah 3/198.
Dari ketujuh orang ini, tidak ada yang meriwayatkan lafazh
“Meletakkan ini atas yang ini, di atas dadanya”, kecuali riwayat Yahya bin
Sa’id Al-Qaththan dari Sufyan Ats-Tsaury, yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad
5/226 dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 434.
Kemudian, Yahya bin Sa’id Al-Qaththan bersendirian dalam
meriwayatkan lafazh tersebut dan menyelisihi 5 rawi tsiqah lainnya dari Sufyan
Ats-Tsaury, yang kelima orang tersebut meriwayatkan hadits ini tanpa tambahan
lafazh “Meletakkannya di atas dada”. Kelima rawi tersebut adalah:
* Waki’ bin Jarrah, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
1/342/3934, Ahmad 5/226, 227, Ibnu Abi ‘Ashim no. 2494, Ad-Daraquthny 1/285,
Al-Baihaqy 2/29, Al-Baghawy 3/32, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 20/74.
* ‘Abdurrahman bin Mahdy, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny
1/285.
* ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 2/240/3207 dan dari
jalannya Ath-Thabarany 22/163/415
* Muhammad bin Katsir, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany
22/165/421.
* Al-Husain bin Hafsh, diriwayatkan oleh Al-Baihaqy 2/295.
Hadits Qabishah adalah hadits yang hasan dari seluruh
jalan-jalannya. Dihasankan oleh At-Tirmidzy 2/32 dan diakui kehasanannya oleh
An-Nawawy dalam Al-Majmu’ 2/312.
Penyebab hasannya adalah Qabishah bin Hulb, meskipun
mendapatkan tautsiq dari sebagian ulama, tidak ada yang meriwayatkan darinya
kecuali Simak bin Harb. Berkata Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib, “Maqbul,” yang
artinya riwayatnya bisa diterima kalau ada pendukungnya, kalau tidak ada maka
riwayatnya lemah.
Riwayat yang hasan tersebut adalah tanpa tambahan lafazh
“Meletakkan tangannya di atas dada”.
Jadi jelaslah, bahwa Yahya bin Sa’id bersendirian dalam
meriwayatkan lafazh “meletakkan ini atas yang ini, di atas dadanya”, dan
menyelisihi 6 orang lainnya dari Sufyan Ats-Tsaury, dan menyelisihi Ashab
(baca: murid-murid) Simak bin Harb yang lain, seperti Za`idah bin Qudamah,
Syu’bah, Abul Ahwash, Asbath bin Nashr, Syarik bin ‘Abdillah, dan Hafsh bin
Jami’. Maka jelaslah bahwa terdapat kesalahan pada riwayat tersebut, sehingga
dihukumi sebagai riwayat yang syadz ‘ganjil’ atau mudraj, tetapi kami tidak
bisa menentukan dari mana asal dan kepada siapa ditumpukan kesalahan ini. Wallahu
a’lam.
Dalil kedua , Hadits Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata,
3. ‘Abdul Wahid bin Ziyad, diriwayatkan oleh Ahmad 4/316
dari jalan Yunus bin Muhammad, darinya, Al-Baihaqy 2/72 dari jalan Abul Hasan
‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdan, dari Ahmad bin ‘Ubeid Ash-Shaffar, dari ‘Utsman bin
‘Umar Adh-Dhabby, dari Musaddad, darinya.
4. Zuhair bin Mu’awiyah, diriwayatkan oleh Ahmad 4/318 dari
jalan Aswad bin ‘Amir, darinya, dan Ath-Thabarany dalam Al-Mu’jamul Kabir
22/26/84 dari jalan ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz, dari Abu Ghassan Malik bin Isma’il,
darinya.
5. Khalid bin Abdullah Ath-Thahhan, diriwayatkan oleh Al
Baihaqy 2/131 dari 2 jalan, yaitu dari jalan Abu Sa’id Muhammad bin Ya’qub
Ats-Tsaqafy, dari Muhammad bin Ayyub, dari Musaddad, darinya, dan dari jalan
Abu ‘Abdillah Al-Hafizh, dari ‘Ali bin Himsyadz, dari Muhammad bin Ayyub, dan
seterusnya seperti jalan di atas.
6. Sallam bin Sulaim Abul Ahwash, diriwayatkan oleh Abu Daud
Ath-Thayalisy di dalam Musnad -nya hal 137/hadits 1060 darinya, dan
Ath-Thabarany ( Al-Mu’jamul Kabir 22/34/80) dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari
Asad bin Musa, darinya.
7. Abu ‘Awanah, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany dalam
Al-Mu’jamul Kabir 22/34/90 dari 2 jalan: dari jalan ‘Ali bin ‘Abdil ‘Aziz, dari
Hajjaj bin Minhal, darinya, dan dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari Asad bin
Musa, darinya.
8. Qais Ar-Rabi’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany dalam
Al-Mu’jamul Kabir 22/34/79 dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari Asad bin Musa,
darinya.
9. Ghailan bin Jami’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany
22/34/88 dari jalan Al-Hasan bin ‘Alil Al-‘Anazy dan Muhammad bin Yahya bin
Mandah Al-Ashbahany dari Abu Kuraib, dari Yahya bin Ya’la, dari ayahnya,
darinya.
10. Zaidah bin Qudamah, diriwayatkan oleh Ahmad 4/318 dari
jalan ‘Abdushshamad, darinya.
Mu`ammal bin Isma’il sendiri adalah rawi yang dicela
hafalannya. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam Taqribut Tahdzib ,memberikan
kesimpulan, “Shaduqun Sayyi`ul Hifzh,” sementara dia(?) sendiri telah
menyelisihi ‘Abdul Wahid dan Muhammad bin Yusuf Al-Firiyaby pada periwayatannya
dari Sufyan Ats-Tsaury, serta menyelisihi 10 orang rawi dari ‘Ashim bin Kulaib
lainnya yang sebagian besarnya adalah tsiqah dan semuanya tidak ada yang
meriwayatkan lafazh “pada dadanya”.
Ada jalan lain bagi hadits Wa`il bin Hujr ini, yaitu
diriwayatkan oleh Al-Baihaqy 2/30 dari jalan Muhammad bin Hujr Al-Hadhramy,
dari Sa’id bin ‘Abdil Jabbar bin Wa`il, dari ayahnya, dari ibunya, dari Wa`il
bin Hujr, tetapi terdapat beberapa kelemahan di dalamnya:
* Muhammad bin Hujr lemah haditsnya, bahkan Imam
Adz-Dzahaby, dalam Mizanul I’tidal ,mengatakan, “Lahu manakir ‘meriwayatkan
hadits-hadits mungkar’.” Lihat juga Lisanul Mizan .
* Sa’id bin ‘Abdul Jabbar, dalam At-Taqrib ,disebutkan bahwa
ia adalah rawi dha’if.
* Ibu ‘Abdul Jabbar. Berkata Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar
An-Naqy , “Saya tidak tahu keadaan dan namanya.”
Dalil ketiga , hadits Thawus bin Kaisan secara mursal, dia
berkata
Pembahasan
Berkata Ibnu Katsir dalam Tafsir -nya, “(Atsar) ini, (yang)
diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib, tidak shahih (lemah-pent.).”
Berkata Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy , “Di dalam
sanad dan matannya ada kegoncangan.”
Berikut rincian kelemahan dan kegoncangan atsar ini.
1. Atsar ini telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushannaf 1/343, Ad-Daraquthny 1/285, Al-Hakim 2/586, Al-Baihaqy 2/29,
Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 673, dan Al-Khatib dalam Mudhih Auham
Al-Jama’ Wa At-Tafriq 2/340. Semuanya tidak ada yang menyebutkan kalimat “di
atas dada”, bahkan dalam riwayat Ibnu ‘Abdil Barr, dalam At-Tamhid
,disebutkandengan lafazh “di bawah pusar”. Lihat pula Al-Jarh Wat Ta’dil 6/313.
2. Perputaran atsar ini ada pada seorang rawi yang bernama
‘Ashim bin Al-‘Ujaj Al-Jahdary, yang dari biografinya bisa disimpulkan bahwa ia
adalah seorang rawi yang maqbul. Baca Mizanul I’tidal dan Lisanul Mizan .
3. ‘Ashim ini telah goncang dalam meriwayatkan hadits ini.
Kadang dia meriwayatkan dari ‘Uqbah bin Zhahir, kadang dari ‘Uqbah bin Zhabyan,
kadang dari ‘Uqbah bin Shahban, dan kadang dari ayahnya, dari ‘Uqbah bin
Zhabyan. Baca ‘ Ilal Ad-Daraquthny 4/98-99.
Maka atsar ini adalah lemah. Ibnu Katsir juga menyebutkan
dalam Tafsir -nya bahwa atsar ini menyelisihi jumhur mufassirin. Wallahu a’lam.
Kesimpulan
Seluruh hadits yang menunjukkan bahwa kedua tangan
diletakkan pada dada ketika berdiri dalam shalat adalah lemah dari seluruh
jalan-jalannya dan tidak bisa saling menguatkan. Wallahu a’lam.
Dalil-Dalil Pendapat Ketiga, Keempat dan Kelima
Dalil-dalil ketiga pendapat ini mungkin bisa kembali kepada
dalil-dalil yang akan disebutkan, namun perbedaan dalam memetik hukum,
memandang dalil, dan mengkompromikannya dengan dalil yang lain menyebabkan
terlihatnya persilangan dari ketiga pendapat tersebut.
Berikut ini uraian dalil-dalilnya.
Dalil pertama , dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata,
Ibnu Hazm menyebutkannya secara mu’allaq ‘tanpa sanad’ dalam
Al-Muhalla 4/157.
Kesimpulan Pembahasan (JANGAN CUMA LIAT KESIMPULANNYA DOANG
YA!)
Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa seluruh
hadits-hadits yang menerangkan tentang penempatan (posisi) kedua tangan pada
anggota badan dalam shalat adalah hadits-hadits yang lemah. Dengan ini, bisa
disimpulkan bahwa pendapat yang kuat dalam permasalahan ini adalah pendapat
keenam, yaitu bisa diletakkan dimana saja: di dada, di pusar, di bawah pusar,
atau antara dada dan pusar. Wallahu a’lam.
Sumber referensi :
1. Qur’an
dan sunah
2. nashihah.com
3. perpustakaan
SMAN1WAYJEPARA
Nah,itulah
yang bisa ASA BLOG sajikan untuk
saudara saudariku yang kucintai karena Allah taala mengenai DIMANA SI
TEMPAT MELETAKAN KEDUA TANGAN SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ? , semoga kita dapat memetik
hikmah dan pelajaran dari informasi yang asa blog post kan kali ini.amin
jika sobat asa blog memiliki pendapat lain mengenai DIMANA SI TEMPAT MELETAKAN
KEDUA TANGAN SAAT SIKAP BERDIRI SHOLAT ? atau memiliki kritik dan
saran tentang asa blog ini,silahkan di share di posting komentar,jika tidak
bisa silahkan posting di sebelah kanan page ini (karikatur putih bertuliskan
minum kopi gan(…) di home page http://asaarham.blogspot.com/
asa tutup
wassalamualaikum warohmatullahiwabarokatu