☼ Tirisan Hati | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼


☼ Tirisan Hati  | contoh cerpen karangan Anak bangsa


Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog sendiri  ingin menjawab keinginan sahabat untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J

Hidup menjanda sebagai buruh pemilih damar di pekon (desa) Seray. Itulah hidup terberat bagi seorang uncu Diana. Obsesinya hanya satu dapat menyekolahkan kedua anaknya agar martabat mereka terhormat dilingkungan tempat tinggal. Selama ini uncu Diana sekeluarga dikucilkan oleh warga pekon Seray karena tidak memiliki sanak saudara.

Subuh baru saja menginjak pada rakaatnya. Sebelum maatahari terbit, uncu Diana sudah berkutak-katik pada kebiasaan rutin. Masak air, menanak nasi, menggulai dan menumis untuk sarapan pagi dan makan siang. Sedangkan Amin dan Ivos kedua anaknya mulai menimba, mengangkat air untuk keperluan ibunya di dapur dan untuk mereka mandi.

Rumah papan itu sudah nampak sepi, seharusnya memang jam di dinding telah menunjukkan jam delapan. Sejak di tinggal kedua anaknya berangkat sekolah, uncu Diana justru malas-malasan untuk memilih damar pekerjaannyal. Sebelum pulang bekerja kemarin, Juragan Ijad yang sudah mempunyai istri dan enam anak itu mengedipkan matanya dengan genit kepada uncu Diana. Uncu Diana mengira juragan damar itu hanya lelucon atau matanya saja yang kelilipan, namun tanpa diduga ia dicegat ketika melewati pinggiran laut saat menjelang pulang kerumahnya.

Suara ketukan dari luar memanggil langkahnya untuk membuka pintu. Ngah Khoi mengantar buak(kue) lepot dan satu bingkisan. "Ator ni, nyak ngantak ko bungkusan sinnji jak jeno bingi" (Seharusnya saya mengantarkan bungkusan ini tadi malam)". Dengan basa-basi itu Ngah Khoi teman uncu Diana memilih damar itu kemudian pamit dan berlalu meningalkannya. Belum sempat uncu Diana untuk diizinkan tidak bekerja hari ini kerena dia tidak enak badan.

Hati uncu Diana sangat berdebar, kedua tangannya gemetar ketika membuka bungkusan itu. Ternyata yang dilihatnya disana selembar surat cinta dan sebuah gaun pesta yang sangat indah. Beberapa hari yang telah lewat memang ngah Khoi pernah menyinggung tentang perhatian juragan Ijad pada dirinya.

"Juragan neram risok mandang niku, Cu!" (juragan sering memandang kamu, cu!) kata ngah Khoi dengan logat L yang bercampur penyebutan R yang tilor. "Tapi…mungkin ia juga mencintai dan ingin menikahimu, Cu!" Lagi-lagi ngah Khoi mengemukakan pendapatnya Uncu Diana tidak menanggapi pembicaraan ngah Khoi tempo hari. Sekarang di benaknya hanya satu, apakah benar surat yang diberikan juragan Ijad itu. "Saya ingin menyuntingmu, persiapkan dirimu dengan tulus dan ikhlas". Berkali-kali dibacanya kertas merah jambu dihadapannya itu. Sekujur tubuhnya yang sedikit meriang jadi tambah demam. Hatinya diliput haru, takut dan penuh sejuta tanda tanya. Jika menjadi istri juragan damar yang kaya raya sampai tujuh turunan bakal makan enak terus. Walaupun menyatu dengan istri pertama, namun ia tidak akan susah payah mencarikan dana buat kedua anaknya sekolah dan kehormatan mereka terlindungi sebagai istri. Bukan berstatus sebagai budak pemilih damar lagi.

"Walaupun sudah menjadi janda dua tahun, aku memang masih kelihatan cantik dan nampak lebih muda". Sembari menatap wajah dikaca, uncu Diana merenung dan berkhayal pada masa yang akan datang. Ditatapnya gaun pesta pemberian juragan Ijad. Namun yang lebih membuatnya terpana lagi, disebelah bungkusan gaun ada juga kotak spesial berisi kalung dan gelang berlian. Uncu Diana sangat terpukau. Selama hidupnya. Belum pernah ia mengenakan perhiasan seindah itu. Dipungutnya kembali dari atas kasur. Namun tak lama kemudian, uncu Diana meneteskan airmata. Entah bahagia atau menderita. Mulutnya bergumam "Apakah juragan damar itu benar-banar menyayangiku, akan kuterima saja pinangannya".

Janda muda, cantik dengan segala kelebihan yang membuat para lelaki terutama hidung belang berhasrat untuk memilikinya. Hidung mancung, kulit putih, mata belok, bibir yang selalu menyunggingkan senyum manis, perawakan tinggi sintal, padat berisi itulah yang menjadikan uncu Diana sebagai janda seray mutiara dalam lumpur.

Dugaannya benar, muncul suara sumbang. Uncu Diana digosipkan telah menjual diri secara diam-diam. Sampai hal itu terdengar juga pada istri juragan Ijad yang tertua. Seperti siang ini terjadi menakjubkan di gudang damar, "Pantas gawoh do niku aga beguai jadi budak ni kajong ku! (pantas saja kamu ingin bekerja jadi budak suamiku)! dijambaknya rambut uncu Diana. Kepalanya di gesekkan pada dinding gudang. Kakinya pun ikut bergerak menendang. Uncu Diana tidak mengadakan perlawanan. Ia hanya menangis dan meratapi nasibnya. Menahan pedih yang membelenggu. Disaat seperti itu, hanya ngah Khoi saja yang dapat mengerti hatinya.

Juragan damar tidak berbasa-basi saja, dia membuktikan kejantanannya. Lelaki hidung belang itu memandang uncu Diana penuh hasrat jiwa. Matanya bak elang seakan menghunjam hingga keakar hati uncu Diana. Juragan Ijad tidak melepaskan pandangannya hingga dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Keheningan mencekam, di saat juragan damar itu kembali menuturkan keinginannya. Uncu Diana tidak dapat berbicara dengan kata-kata, hatinya diliputi kebahagian. Ternyata masih ada orang yang peduli dengan diri dan kedua anaknya. Bila seorang wanita telah dilamar, maka lima puluh persen dia telah menjadi bagian dari lelaki yang melamar itu. Selain uncu Diana serta kedua anaknya, turut yang hadir keluarga ngah Khoi.

Sepuluh hari kemudian baru dilangsungkan akan nikah dan resepsi pernikahan. Pesta itu sangat meriah. Cukup menggemparkan pekon Seray. Undangan yang hadir sebagian besar dari teman-teman juragan Ijad. Prasangka buruk tentang juragan Ijad tidak lagi menohok, namun bergeser pada kekaguman bahwa juraagan Ijad adalah lelaki jantan yang dapat mengangkat derajat seperti uncu Diana. Senyum uncu Diana tidak pernah surut, setiap undangan yang hadir memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Keharuan dan kebahagiannya menjadi satu. Organ tunggal yang sengaja disewa untuk memeriahkan acara tersebut terus saja menggema. Memberi kenikmatan hiburan warga pekon Seray. Selama ini ini mereka hanya dikejar oleh perjalanan waktu yang menuntut pemenuhan kebutuhan hidup.

Matahari telah mencapai singgasananya. Pagi telah melenyapkan diri. Silih berganti undangan datang dan pergi. Ijab Kabul dan resepsi adalah babak baru bagi uncu Diana. Kebahagian, keharuan bercampur kesedihan meliputi rongga dadanya. "Mungkinkah aku hidup bersama juragan, harus satu atap juga dengan istrinya? atau aku harus tetap tinggal dirumah papanku ". Sedikit ketakutan dan kecemasan mulai menusuk hati. Mengingat istri pertama juragan Ijad sangat memusuhi diri dan keluarganya.

Seperti pasang surutnya air laut, tamu-tamu yang datang dan pergi membuat suasana bertambah ramai. Kemudian redup dan sepi. Arus kehidupan seakan memperlambat jalannya resepsi pernikahan itu. Kelelahan sepasang pengantin itu kian nampak. Juragan Ijad tidak mampu lagi untuk berdiri lama. Kaki yang pernah diamputasi itu meregang. Ditengah hiruk pikuknya suasana pesta, gaun pengantin yang di kenakan uncu Diana seakan terbang. Tatkala adzan yang dilantunkan bilal dari gerbong masjid pekon Seray, seiring itu pula juragan Ijad terkulai lemas. Mulutnya mengeluarkan busa. Uncu Diana panik!! Undangan gamang menyaksikan tragedi tragis yang menimpa juragan Ijad?
Sumber inspirasi : kota santri [dot] com , Republika [dot] com , helvitiana rosa , MQMedia[dot]com ,dakwah.org serta beberapa majalah dan buku kumpulan cerpen