Aku Masih Sayang Mamah | contoh cerpen karangan


Aku Masih Sayang Mamah | contoh cerpen karangan


Ibu dan sekaligus sebagai seorang istri mana sich..? yang tidak kesepian jiwanya, tanpa sosok sang suami tercinta. Rumah besar dengan segala isinya yang sepintas kelihatan mewah, tetap saja membuat Ibu Ida ini masih merasa kurang lengkap dalam hidupnya.

Maklumlah suami Ibu Ida, Pak Irwan hanya bisa berjumpa dengan istri dan anaknya sebulan sekali. Itupun hanya beberapa hari saja, selebihnya dicurahkan untuk bekerja di Pertamina sebagai teknisi mesin pengebor minyak di lepas pantai.

"Mah, Teni pingin dibelikan sepatu baru, masa ke sekolah pakai yang ini terus.. Malukan sama teman-teman di kelas."
"Iya mah, Sinai juga, dibelikan donk mah."
"Baiklah sayang! Gimana kalau besok siang setelah kalian berdua pulang dari sekolah, kita sama-sama pergi ke toko sepatu. Nanti kalian boleh pilih disana, asal dengan syarat."
"Dengan syarat apa mah?" kata meraka berdua.

Dengan bahasa isyarat, Ibu Ida menempelkan telunjuknya ke pipi kiri & kanan. "Mamah cium dong..,"
Dengan riang gembira Teni dan Sinai memenuhi keinginan mamahnya. "Muahh… terima kasih yah mah, Teni sayang mamah. Sinai juga mah."

“Grung-grung-grung” suara deru motor dan bunyi klakson dari teman-temannya, sebagai tanda mengajak Teni dan Sinai siap untuk pergi. "Sinai ayo dong cepatan dikit." teriak Kamal sudah tidak sabarkan lagi.

Tak lama lagi Teni dan Sinai menghampiri teman-temannya, lalu mereka semua pergi menikmati jalanan dan gemerlap malam kota Bandung. Kini keduanya tumbuh sebagai remaja tanpa aturan, ketika nggak ada kontrol figur sang ayah. Alasan demi alasan dengan kekompakannya meyakinkan ibu Ida, untuk memilih kehidupan di luar. Dan yang sangat memilukan lagi, pernah ibu Ida sempat berurusan dengan pihak polisi karena ulah anak kembarnya.

“Ya Allah, begitulah sikap kedua anak hamba akhir-akhir ini. Hamba sudah tidak sanggup lagi, semoga Engkau membimbingnya. Ya Allah, berikanlah hidayah-MU kepada kedua anakku, agar anakku menjadi shalehah. Ya Allah, aku belum sanggup menceritakan semuanya kepada suamiku, takut menjadi beban kepadanya dalam bekerja. Ku serahkan semuanya kepada-MU.. segala puji bagi-Mu ya Allah.”

Menetes sudah air mata ibu Ida membasahi sajadah biru, di dalam shalat malamnya. Sedih.., bercampur pilu melihat sikap anak kembarnya tempo hari kian tidak teratur.

"Teni! Sinai.. ikut mamah yuk pergi ke Daarut Tauhiid, dengerin ceramahnya Aa Gym!"
"Gak mau ah mah, iya mah. Lagian sebentar lagi Kamal, Budi, Santi dan yang lainnya pada mau kesini. Mereka mau ngajak nonton film bareng di bioskop. Norak ah! Pergi kesana."
"Massa Allah, kalian berdua sudah tidak sayang lagi sama mamah, nggak peduli lagi yah."
"Kok ngomong gitu sih mah, yah tentu sayang dong… cuman hari ini nggak bisa! Sudah janjian ama teman."
"Ikut yuk sama mamah, temanin mamah disana.. tega yah mamah sendirian disana."
"Ehm.. oke deh mah, ikut sama mamah aja kesana." jadi batal deh acaraku.

"Teni aku mau bicara ama kamu."
"Ada masalah apa lagi sich Nai. Masalah si kamal, cewek-cewek jutek dikelas lagi."
"..Ah udah deh Ten, bukan itu pokoknya."
"Lalu masalah apa?"
"Oke deh, kita berdua kan sering ikut mamah pergi ke DT. Nah masalahnya setelah dengerin ceramahnya Aa Gym itu lhoo..! Batin aku itu, serasa merasakan kedamain.. Malahan semalam aku sempat menitikkan air mataku. Kamu sadar ngak sih.. Ten, dengan kelakuan kita selama ini terhadap mamah."
"Iyah.. sih aku juga dah lama merasakan semua ini, malahan aku udah tulis ke dalam diariku." "Gara-gara kamu sih Ten... aku dikenalin ama si Kamal, akhir nya jadi begini ‘nggak benar.’"
"Iya deh, aku yang salah. Tapi kamu suka kan ama dia."
"Wuih.. ngasal kamu, karena ada kamu tahu!"
"Oke-oke deh, sekarang kita lupakan masa lalu kita, mari sama-sama membahagiakan mamah. Gimana?"
"Aku setuju sekali, dan aku minta mamah untuk dibelikan kerudung apa.. jilbab. Ah.. pokoknya yang sering kita lihat di pengajian. Pingin bisa mengaji, tapi bajunya kayak mamah waktu hamil yah..!"
"He-he-he… Ten kita nggak jadi cantik dan seksi lagi, ntar si Kamal malah lari lihat aku."
"Peduli amat, amat juga nggak peduli. Yah mat.. yah."
"Ah kamu Ten."

"Mah..! Mamah sedang masak apa? Baunya sedap sekali, jadi laper nih."
"Ini.. hari ini mamah lagi bikin masakan kesukaan kalian, opor ayam sama sayur asem. Tumben kalian pada kesini, ayoo ada apa?"

Tak terbendungkan lagi, Teni dan Sinai langsung bersimpuh di hadapan mamahnya. Keduanya sambil terisak-isak menangis rasa penyesalan.

"Maafkan Teni selama ini mah..! Teni merasa berdosa kepada mamah, Teni takut jadi anak durhaka. Teni sayang mamah!"
"Uuh.. hu.. Sinai juga mah, telah merepotkan mamah selama ini."

Dengan perasaan bahagia sekali melihat kedua anaknya. Langsung di peluknya. “Iyah.. mamah maafkan kalian berdua. Kalian tetap kok anak mamah. Mamah juga sayang kalian.”

Bismillaah Hirrahmaannirrahiim, Alif Lammmiimm Dzaalikal kitabu…..
Ketika khusu'nya bertiga mengaji, "Tok-tok-tok, Assalammu’alaykum…"
"Wa’alaikumussalam.." jawab bertiga dengan serempak.
"Itu mah, papah datang..! Iya mah.. papah sudah pulang."

Ibu Ida ,Teni, dan Sinai langsung menghampirinya.

"Pah lihat, Sinai pakai jilbab.. cantikkan!"
"Wah..cantik sekali anak papah."
"Pah kapan dong, kita sama-sama pergi ikut pengajian ke Daarut Tauhiid."
"Udah..! Sana ambilkan segelas air minum, kayak nya papah butuh istirahat. Dan kamu Sinai bereskan lagi mushaf Al-Qur’annya."
"Baik mah.”


Sumber : KotaSantridotcom