Ayat AL QUR'AN ke 1 Tausyah Sabtu - DAMAI INDONESIAKU - TVONE
supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki
yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.(QS. 22:28)
Tafsir DEPARTEMEN AGAMA RI :
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hajj 28
Ayat ini menerangkan tujuan disyariatkan ibadah haji, yaitu untuk
memperoleh kemanfaatan. Tidak disebutkan dalam ayat ini bentuk bentuk
manfaat itu hanya disebut secara umum saja. Penyebutan Secara umum
kemanfaatan-kemanfaatan yang akan diperoleh orang mengerjakan ibadah
haji dalam ayat ini, menunjukkan banyaknya macam dan jenis kemanfaatan
yang akan diperoleh itu. Kemanfaatan-kemanfaatan itu sukar
menerangkannya secara terperinci, hanya yang dapat menerangkan dan
merasakannya ialah orang yang pernah mengerjakan ibadah haji dan
melaksanakannya dengan niat ikhlas.
Kemanfaatan itu ada yang
berhubungan dengan rohani dan ada pula dengan jasmani, dan yang langsung
dirasakan oleh individu yang melaksanakannya dan ada pula yang
dirasakan oleh masyarakat, ada yang berhubungan dengan dunia dan ada
pula yang berhubungan dengan akhirat.
Para ulama banyak yang
mencoba melukiskan bentuk-bentuk manfaat yang mungkin diperoleh oleh
para haji, setelah mereka mengalami dan mempelajarinya kebanyakan mereka
itu menyatakan bahwa mereka belum sanggup melukiskan semua manfaat itu.
Di antara manfaat yang dilukiskan itu ialah :
1.
Melatih diri dengan mempergunakan seluruh kemampuan mengingat Allah
dengan khusyuk pada hari-hari yang telah ditentukan dengan memurnikan
kepatuhan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja. Pada waktu seseorang
berusaha mengendalikan hawa nafsunya dengan mengikuti perintah-perintah
Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya walau apapun yang
menghalangi dan merintanginya. Latihan-latihan yang dikerjakan selama
mengerjakan ibadah haji itu diharapkan berbekas di dalam sanubari
kemudian dapat diulangi lagi mengerjakannya setelah kembali dari tanah
suci nanti, sehingga menjadi kebiasaan yang baik dalam penghidupan dan
kehidupan.
2. Menimbulkan rasa perdamaian dan rasa
persaudaraan di antara sesama kaum Muslimin. Sejak seseorang calon haji
mengenakan pakaian ihram, pakaian yang putih yang tidak berjahit,
sebagai tanda telah mengerjakan ibadah haji, maka sejak itu ia telah
menanggalkan pakaian duniawi, pakaian kesukaannya, pakaian kebesaran,
pakaian kemewahan dan sebagainya. Semua manusia kelihatan sama dalam
pakaian ihram itu; tidak dapat dibedakan antara si kaya dengan si
miskin, antara penguasa dengan rakyat jelata, antara yang pandai dengan
yang bodoh, antara tuan dengan budak, semuanya sama tunduk dan
menghambakan diri kepada Tuhan semesta alam, sama tawaf, sama-sama
berlari antara bukit Safa dan bukit Marwa, sama-sama berdesakan melempar
Jumrah, sama-sama tunduk dan tafakkur di tengah tengah padang Arafah.
Dalam keadaan demikian terasalah bahwa diri itu sama saja dengan orang
yang lain. Yang membedakan derajat antara seorang dengan yang lain
hanyalah tingkat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena itu
timbullah rasa ingin tolong menolong, rasa seagama, rasa senasib dan
sepenanggungan, rasa hormat menghormati sesama manusia.
3.
Mencoba mengalami dan membayangkan kehidupan di akhirat nanti, yang pada
waktu itu tidak seorangpun yang dapat memberikan pertolongan kecuali
Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Wukuf di Arafah di tempat berkumpulnya
manusia yang hanyak merupakan gambaran kehidupan di Mahsyar nanti
demikian pula melempar Jumrah di panas terik di tengah padang pasir
dalam keadaan haus dan dahaga. Semua itu menggambarkan saat-saat ketika
manusia berdiri di hadapan Mahkamah Allah di akhirat nanti.
4. Menghilangkan rasa harga
diri yang berlebih-lebihan. Seseorang waktu berada di negerinya,
biasanya terikat oleh adat istiadat yang biasa mereka lakukan
sehari-hari dalam pergaulan mereka. Sedikit saja terasalah dapat menimbulkan
kesalah pahaman perselisihan dan pertentangan. Pada waktu melaksanakan
ibadah haji, bertemulah kaum Muslimin yang datang dari segala penjuru
dunia, dari negeri yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai adat
istiadat dan kebiasaan hidup dan tata cara yang berbeda-beda pula maka
terjadilah persinggungan antara adat istiadat dan kebiasaan hidup itu.
Seperti cara berbicara. cara makan, cara berpakaian, cara menghormati
tamu dan sebagainya. Di waktu menunaikan ibadah haji terjadi
persinggungan dan perbenturan badan antara jama' ah dari suatu negeri,
dengan jemaah dari negara yang lain, seperti waktu tawaf, waktu sai,
waktu wukuf di Arafah. Waktu melempar jumrah dan sebagainya. Waktu salat
di Masjidilharam, tubuh seorang yang duduk dilangkahi oleh temannya
yang lain karena ingin mendapatkan saf yang paling di depan, demikian
pula persoalan bahasa dan isyarat, semua itu muduh menimbulkan kesalah
pahaman dan perselisihan. Bagi seorang yang sedang melakukan ibadah
haji, semuanya itu harus dihadapi dengan sabar, dengan dada yang lapang,
harus dihadapi dengan berpangkal kepada dugaan: bahwa semua jemaah haji
itu melakukan yang demikian itu bukanlah untuk menyakiti temannya dan
bukan untuk menyinggung perasaan orang lain, tetapi semata-mata untuk
mencapai tujuan maksimal dari ibadah haji. Semua mereka ingin memperoleh
haji mabrur, apakah ia seorang kaya atau seorang miskin dan sebagainya.
5. Menghayati kehidupan dan perjuangan Nabi Ibrahim beserta
putranya Nabi Ismail dan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Waktu
Ibrahim pertama kali datang di Mekah bersama istrinya Hajar dan putranya
Ismail yang masih kecil, kota Mekah masih merupakan padang pasir yang
belum didiami oleh seorang manusiapun. Dalam keadaan demikianlah Ibrahim
meninggalkan istri dan putranya di sana, sedang ia kembali ke Syria.
Dapat dirasakan Hajar dan putranya yang masih kecil, tidak ada manusia
tempat mengadu dan minta tolong kecuali hanya kepada Tuhan saja.
Sesayup-sayup mata memandang, terbentang padang pasir yang luas, tanpa
tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan tempat berlindung. Dapat dirasakan
kesusahan Hajar berlari antara Safa dan Marwa mencari setetes air untuk
diminum anaknya. Dapat direnungkan dan dijadikan teladan tentang
ketaatan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah. Beliau bersedia menyembelih
putranya tercinta, Ismail a.s. semata-mata untuk memenuhi dan
melaksanakan perintah Allah. Kaum Muslimin selama mengerjakan ibadah
haji dapat melihat bekas-bekas dan tempat-tempat yang ada hubungannya
dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. beserta sahabatnya dalam menegakkan
agama Allah. Sejak dari Mekah disaatsaat beliau mendapat halangan,
rintangan bahkan siksaan dari orang-orang musyrik Mekah, kemudian beliau
hijrah ke Madinah, berjalan kaki, dalam keadaan dikejar-kejar
orang-orang kafir. Demikian pula usaha-usaha yang beliau lakukan di
Madinah, berperang dengan orang kafir, menghadapi kelicikan dan fitnah
orang Yahudi. Semuanya itu dapat diingat dan dihayati selama menunaikan
ibadah haji dan diharapkan dapat menambah iman ketakwaan kepada Allah
Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
6. Sebagai
Muktamar Islam seluruh dunia. Pada musim haji berdatanganlah kaum
Muslimin dari seluruh dunia. Secara tidak langsung terjadilah pertemuan
antara seorang dengan seorang, antara suku bangsa dengan suku bangsa dan
antara bangsa dengan bangsa yang beraneka ragam coraknya itu. Antara
mereka itu dapat berbincang dan bertukar pengalaman dengan yang lain,
sehingga pengalaman dan pikiran seseorang dapat diambil dan dimanfaatkan
oleh yang lain, terutama setelah masing-masing mereka sampai di negeri
mereka nanti. Jika pertemuan yang seperti ini diorganisir dengan baik,
tentulah akan besar manfaatnya, akan dapat memecahkan masalah-masalah
yang sulit yang dihadapi oleh umat Islam di negara mereka masing-masing.
Semuanya itu akan berfaedah pula bagi individu, masyarakat dan agama.
Alangkah baiknya jika pada waktu itu diadakan pertemuan antara kepala
negara yang menunaikan ibadah haji, pertemuan para ahli, para ulama,
para pemuka masyarakat, para usahawan dan sebagainya.
Amatlah
banyak manfaat yang lain lagi yang akan diperoleh oleh orang yang
mengerjakan ibadah haji, tetapi hanyalah Allah, SWT. yang dapat
mengetahui dengan pasti semua manfaat itu, Dalam pada itu, dari
orang-orang yang pernah mengerjakan haji didapat keterangan bahwa
keinginan mereka menunaikan ibadah haji bertambah setelah mereka selesai
menunaikan ibadah haji yang pertama, makin sering seseorang menunaikan
ibadah haji, makin bertambah pula keinginan tersebut. Rahasia dan
manfaat dari ibadah haji itu dapat dipahamkan pula dari doa Nabi Ibrahim
kepada Allah, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya:
Artinya:
Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Q.S. Ibrahim: 37)
Selanjutnya disebutkan pula manfaat yang lain dari ibadah haji, yaitu
agar manusia menyebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan dan
melaksanakan kurban dengan menyebut nama Allah untuk menyembelih
binatang kurban itu.
Yang dimaksud dengan hari-hari yang ditentukan
ialah hari raya haji dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13
Zulhijjah. Pada hari-hari ini dilakukan penyembelihan binatang kurban.
Waktu menyembelih bintang kurban ialah setelah masuk waktu mengerjakan
salat Idul Adha sampai dengan waktu terbenam matahari tanggal 13
Zulhijah. Rasulullah saw. bersabda:
Artinya:
Barangsiapa
yang menyembelih kurban sebelum salat Idul Adha maka sesungguhnya ia
hanyalah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang
menyembelih sesudah salat Idul Adha dan setelah membaca dua Khutbah maka
sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadatnya dan telah melaksanakan
sunah kaum Muslimin. (H.R. Bukhari)
Yang dimaksud dengan salat
hari raya dalam hadis ini, ialah waktu salat hari raya, bukanlah
salatnya, karena salat hari raya itu bukanlah menjadi syarat
penyembelihan kurban.
Dan sabda Rasulullah saw:
Artinya:
Semua hari-hari tasyriq adalah waktu dilakukannya penyembelihan kurban (H.R. Ahmad dari Juber bin Muthni)
Setelah binatang kurban itu disembelih, maka dagingya boleh dimakan
oleh yang berkurban dan sebagiannya disedekahkan kepada orang-orang
fakir dan miskin. Menurut jumhur ulama, sebaiknya orang-orang yang
berkurban memakan daging kurban sebagian kecil saja, sedang sebagian
besarnya disedekahkan kepada fakir miskin. Dalam pada itu tidak mengapa
jika orang yang berkurban menyedekahkan seluruh daging kurbannya itu
kepada fakir miskin.
kiriman dari vera menamba surga