☼ Kabel dan Cahaya
Lampu | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku
sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog
sendiri ingin menjawab keinginan sahabat
untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J
"SAYANG, ayo kita shalat. Tuh dengar adzan telah
berbunyi," ujar seorang ibu kepada anaknya yang tengah asyik nonton
televisi.
"Sebentar lagi dong, ini lagi seru-serunya," jawab sang anak.
Ibu itu kemudian mendekat, "Sayang, tidak baik menunda-nunda shalat. Ini kan haknya Allah. Ayo matikan tivinya!"
"Iya deh," jawab sang anak sambil beranjak dari tempat duduk. Ia terlihat sangat kecewa karena harus meninggalkan televisi.
Selama di kamar mandi, si anak terus menggerutu. "Ah.. Ibu, tiap hari menggangu saja. Lagi enak-enaknya nonton disuruh shalat. Lagi seneng-senengnya main disuruh shalat. Lagi nyeyak tidur disuruh shalat. Harus baca Al-Qur'an lah. Harus ikut pengajian lah. Harus ini. Harus itu! Bikin pusiiiing.
* * *
SELEPAS shalat berjamaah, anak itu bertanya dengan nada protes. "Bu, kenapa sih kita harus shalat, harus puasa, harus baca Al-Qur'an, dan harus belajar? Bukankah itu mengganggu kesenangan kita? Lagi pula, menurut saya, semua itu tidak ada gunanya, tidak mendatangkan hasil."
Si Ibu sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia pun terdiam beberapa saat. Ada sedikit kemarahan yang muncul dalam hatinya. Tapi ia segera sadar bahwa yang bertanya adalah anak kecil, yang belum tahu apa-apa selain main dan bersenang-senang.
Sang Ibu beranjak mengambil sebuah lampu yang menempel di dinding kamar anaknya. Sesaat kemudian ia berkata, "Anakku sayang, kamu lihat lampu ini. Ia begitu indah. Bentuknya lonjong dengan dindingnya terbuat dari kaca yang bening. Tiap malam engkau bisa belajar, mengerjakan PR, dan nonton televisi, salah satu sebabnya karena diterangi lampu ini."
"Sayang, tahukah kamu mengapa lampu ini bisa menyala?" lanjut si Ibu.
"Ya, karena ada energi listrik yang berubah jadi cahaya," jawab sang anak.
"Benar sekali jawabanmu. Lalu apa yang menyambungkan lampu ini dengan sumber listrik tadi?" tanya si ibu lebih lanjut. Sang anak pun menjawab dengan pasti, "Yang menyambungkan lampu dan sumber listrik adalah kabel."
"Pintar sekali kamu," timpal si Ibu memuji.
"Nah, sekarang kamu pasti tahu, bila tidak ada kabel pasti lampu ini tidak akan nyala dan kamar ini pasti gelap. Bila demikian, ia tidak akan ada manfaatnya lagi, dan kamu tidak bisa belajar dan nonton tivi."
Sang Anak belum paham mengapa ibunya menceritakan lampu itu kepadanya. "Apa maksud Ibu?" tanyanya kemudian.
Ibu itu kembali berkata, "Anakku sayang, Allah itu sumber cahaya dalam hidup. Kita adalah lampunya. Ibadah yang kita lakukan menjadi kabel atau tali penghubungnya. Ibadah dapat menghubungkan antara Allah dengan manusia, tepatnya antara Allah dengan kita. Bila tidak mau beribadah, hidup kita akan gelap. Kita akan tersesat dan takkan berguna sedikit pun, seperti tak bergunanya lampu yang tak bercahaya."
Ibu itu melanjutkan, "Jadi, shalat, bersedekah, membaca Al-Qur'an, ataupun belajar adalah kabel yang akan menghubungkan kita dengan Allah."
Mendengar semua itu, sang anak tampak tertegun. Dalam hatinya timbul penyesalan akan sikapnya yang selalu menganggap remeh ibadah. Ia pun berkata, "Kalau begitu aku tidak akan meninggalkan shalat lagi dan akan membaca Al-Qur'an tanpa harus disuruh. Bu, maafkan saya ya!"
"Sebentar lagi dong, ini lagi seru-serunya," jawab sang anak.
Ibu itu kemudian mendekat, "Sayang, tidak baik menunda-nunda shalat. Ini kan haknya Allah. Ayo matikan tivinya!"
"Iya deh," jawab sang anak sambil beranjak dari tempat duduk. Ia terlihat sangat kecewa karena harus meninggalkan televisi.
Selama di kamar mandi, si anak terus menggerutu. "Ah.. Ibu, tiap hari menggangu saja. Lagi enak-enaknya nonton disuruh shalat. Lagi seneng-senengnya main disuruh shalat. Lagi nyeyak tidur disuruh shalat. Harus baca Al-Qur'an lah. Harus ikut pengajian lah. Harus ini. Harus itu! Bikin pusiiiing.
* * *
SELEPAS shalat berjamaah, anak itu bertanya dengan nada protes. "Bu, kenapa sih kita harus shalat, harus puasa, harus baca Al-Qur'an, dan harus belajar? Bukankah itu mengganggu kesenangan kita? Lagi pula, menurut saya, semua itu tidak ada gunanya, tidak mendatangkan hasil."
Si Ibu sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia pun terdiam beberapa saat. Ada sedikit kemarahan yang muncul dalam hatinya. Tapi ia segera sadar bahwa yang bertanya adalah anak kecil, yang belum tahu apa-apa selain main dan bersenang-senang.
Sang Ibu beranjak mengambil sebuah lampu yang menempel di dinding kamar anaknya. Sesaat kemudian ia berkata, "Anakku sayang, kamu lihat lampu ini. Ia begitu indah. Bentuknya lonjong dengan dindingnya terbuat dari kaca yang bening. Tiap malam engkau bisa belajar, mengerjakan PR, dan nonton televisi, salah satu sebabnya karena diterangi lampu ini."
"Sayang, tahukah kamu mengapa lampu ini bisa menyala?" lanjut si Ibu.
"Ya, karena ada energi listrik yang berubah jadi cahaya," jawab sang anak.
"Benar sekali jawabanmu. Lalu apa yang menyambungkan lampu ini dengan sumber listrik tadi?" tanya si ibu lebih lanjut. Sang anak pun menjawab dengan pasti, "Yang menyambungkan lampu dan sumber listrik adalah kabel."
"Pintar sekali kamu," timpal si Ibu memuji.
"Nah, sekarang kamu pasti tahu, bila tidak ada kabel pasti lampu ini tidak akan nyala dan kamar ini pasti gelap. Bila demikian, ia tidak akan ada manfaatnya lagi, dan kamu tidak bisa belajar dan nonton tivi."
Sang Anak belum paham mengapa ibunya menceritakan lampu itu kepadanya. "Apa maksud Ibu?" tanyanya kemudian.
Ibu itu kembali berkata, "Anakku sayang, Allah itu sumber cahaya dalam hidup. Kita adalah lampunya. Ibadah yang kita lakukan menjadi kabel atau tali penghubungnya. Ibadah dapat menghubungkan antara Allah dengan manusia, tepatnya antara Allah dengan kita. Bila tidak mau beribadah, hidup kita akan gelap. Kita akan tersesat dan takkan berguna sedikit pun, seperti tak bergunanya lampu yang tak bercahaya."
Ibu itu melanjutkan, "Jadi, shalat, bersedekah, membaca Al-Qur'an, ataupun belajar adalah kabel yang akan menghubungkan kita dengan Allah."
Mendengar semua itu, sang anak tampak tertegun. Dalam hatinya timbul penyesalan akan sikapnya yang selalu menganggap remeh ibadah. Ia pun berkata, "Kalau begitu aku tidak akan meninggalkan shalat lagi dan akan membaca Al-Qur'an tanpa harus disuruh. Bu, maafkan saya ya!"
Sumber inspirasi : kota santri [dot] com , Republika [dot] com ,
serta beberapa majalah dan buku kumpulan cerpen