☼ Ketika “Cinta”
Dikalahkan Cinta | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku
sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog
sendiri ingin menjawab keinginan sahabat
untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J
"Ma'af Dit, aku tak bisa". Suasana seakan
tak ada kehidupan, hanya terdengar suara lembut angin yang menusuk pori-pori
kulitku. Bukan karena kesunyian yang membuatku terpaku, tapi....
"Dit, anterin ke gramedia yuk? " suara itu telah menjemputku dari dunia lamunan.
"Eh....siang bolong gini bengong, entar kesambet loh". Aku hanya membalas dengan senyuman. Hasan, dialah sahabat baruku yang kukenal dikost ini yang telah membawaku pada perubahan. "Yuk!" jawabku singkat.
Dalam perjalanan tak henti-hentinya Hasan menggodaku yang dari tadi hanya diam. "Lagi mikirin apaan sih Dit? ngelamun mulu ntar cepet tua loh......" mata melotot dan kerut keningnya adalah ciri khas ketika sedang meledekku. "Ga ada apa-apa" hanya senyuman yang terakhir dari kata itu.
" ooo......ya udah klo ga mau cerita ".
Dua bulan sudah kenanganku terkubur, namun kini entah kenapa muncul kembali setelah kemarin malam memimpikan dirinya. Kesunyian malam dan dinginnya malam tak lagi kurasakan karena hangatnya sinar rembulan mulai menemaniku malam itu untuk mengingat kenangan masa lalu. Entah mengapa mata ini sulit kupejamkan, seakan-akan didepanku hadir sesosok wanita yang tak asing bagiku. Dia melambaikan tangan dan bercanda ria dengan temannya.
Dialah gadis yang telah membangunkan cintaku. Sebut saja Rani, dia adalah sahabat Tari teman kampusku. Orangnya asik, mudah beradaptasi dengan teman baru walaupun aku sendiri agak canggung dengan yang namanya perkenalan dengan wanita. Perkenalan trus berlanjut, aku mulai memberanikan diri tuk mengajak dia jalan dan terkadang dia yang memintaku untuk mengantarkannya yang hanya sekedar mencari boneka.
Kecanggunganku mulai sedikit hilang ketika dia mulai bercanda denganku dan mulai meminta pendapatku tentang masalah yang dihadapinya. Entah mengapa ketika bersamanya aku seakan-akan menemukan kebahagiaan yang selama ini telah hilang dalam hidupku. Ketika senja tiba, kuingin cepat menggantikan rembulan dengan matahari jika kubisa. Hari demi hari dia tak luput dari pikiranku, walaupun dia bukan satu kampus denganku tapi dia selalu menghubungiku via telpon dan itu membuat rasa rinduku terobati.
*~*
HPku berdering dan kuraih dengan malasnya, "siapa sih pagi-pagi gini ganggu orang yang lagi enak bermimpi." gumamku.
"Halo, Dit," suara itu tak asing lagi ditelingaku.
"Ya halo, ada apa Ran? " kontan semangat dipagi itu timbul seketika mengalahkan sisa kantukku.
"Dit hari ini ada acara ga?"
"mmm... kebetulan minggu ini ga ada acara, emang kenapa?"
"Anterin aku jalan yuk!" suara manjanya mulai muncul. Aku tersipu mendengar kata-kata itu dan tanpa pikir panjang kuterima ajakannya.
"Ayuk...yuk..., emang mo kemana?"
"Semangat banget sih, anterin aku cari kado buat keponakanku trus anterin kerumahnya, mau ga?"
"Boleh...buat kamu apa sih yang ga bisa." entah dari mana aku belajar bergombal terhadap wanita, padahal aku tipe cowo yang sulit berkomunikasi dengan wanita.
"Ya udah nanti jam 09.00 jemput aku dirumah yah! daaa..." tut...tut...tut...
Huuuu....... kurebahkan kembali badan ini dengan kegembiraan hati yang terpancar dipagi hari. Tak biasanya aku menyapa sang surya yang menebarkan kehangatan sinarnya yang memberikan manfaat bagi tubuh manusia. Kegembiraan itu tak akan pernah kuhapus dalam memori kehidupanku.
*~*
Minggu itu aku menjemputnya sesuai permintaan dan aku mengantarkan mencari hadiah untuk keponakannya. Hampir semua toko mainan kami jelajahi di mall itu, tapi tak satupun mainan yang cocok untuk kami beli. Hampir kami putus asa, tapi keputusasaan itu hilang setelah kami melihat sebuah kotak yang berisi boneka yang paling disukai keponakannya. Tanpa ragu kami langsung menuju toko tersebut dan membelinya. Rasa capek, kantuk dan lelah telah menjadi satu, tapi perasaan itu entah mengapa terasa tak begitu pengaruh pada diriku. Sebelum pergi kerumah keponakannya, kami sempatkan untuk beristirahat di cafe dekat kami membeli boneka.
"Akhirnya setelah sekian lama kita mencari ........ fhuuuhhhh!"
"Sok puitis deh!" ledeknya sambil tersenyum kecil.
"Eh Ran mau makan apa?"
"mmm .... aku ga makan deh" jawabnya singkat, mungkin rasa lelah telah menbuatnya kurang berselera makan.
"Ya udah klo gitu aku pesen minuman aja yah?"
"Ok!"
Sambil minum kami cerita dan saat itu entah mengapa hati ini mendapat dorongan untuk mengatakan sesuatu padanya.
"mmm......Ran, aku boleh mengatakan sesuatu ga? tapi .... kamu janji jangan marah yah?" rasa ragu mulai menyelimuti hatiku, tapi daya dorong ini semakin kuat.
"Tergantung" senyuman di bibirnya membuatku terpaku memandangnya. "Bicara aja lagi Dit, aku ga marah asal jangan bilang kalau kamu ga bisa anterin aku kerumah keponakanku, soalnya dari sini kan lumayan jauh dan aku udah capek."
"Bukan .... bukan itu, aku pasti anterin kamu kok!"
"Trus apa dong? jangan bikin Rani bingung deh."
"mmm ...... Ran mungkin aku konyol mengutarakan perasaan disaat seperti ini, tapi aku tidak bisa membendungnya lagi." ku beranikan tuk memulainya.
"maksudnya?" kerut keningnya dan tatapan tajam tak luput dari penglihatanku.
"Ran ..... a ... aku mulai suka sama kamu." ku gigit bibir bawahku dan kutundukan pandangan. Tak berani kutatap wajahnya, aku takut melihat ekspresi wajahnya setelah aku mengatakan hal itu.
Lama tak terjadi kontak bicara diantara kami. Tapi tak lama kemudian .....
"Dit, aku ngerti perasaan kamu, aku jadi merasa bersalah terlalu berlebihan dalam bergaul denganmu sehingga kamu berpikir bahwa selama ini penerimaan ajakanmu dan permintaan untuk mengantarku adalah atas dasar rasa suka padamu. Aku menganggap kamu sebagai sahabatku yang baik yang telah lama kucari selama ini. Kamu mau mendengarkan keluhanku dan menasehatiku. Jadi tak mungkin aku menerimamu sebagai pacarku, aku tak mau kehilanganmu Dit, sebab di dalam pacaran ketika rasa cinta telah pudar maka kebencianlah yang berperan dan hal itu tak mau terjadi pada hubungan kita Dit. Jadi aku mohon padamu jadilah sahabatku bukan pacarku. Ma'afkan aku Dit, kamu bisa ngertikan perasaanku?" penjelasan itu diakhiri dengan senyuman manisnya. Kuberanikan menatap wajahnya walaupun jeritan dan tangisan hati silih berganti. Kubalas senyumannya dan kuberanikan mengomentari.
"Ya sudah kalau itu memang pendapatmu, aku kan coba tuk nerimanya." kupaksakan bibir ini untuk senyum.
"Eh Ran udah sore nih, ntar kemaleman lagi kerumah ponakanmu." cepat kuganti pokok pembicaraan agar rasa sedih ini tak berlarut.
"Kamu ga marah kan Dit?" dia menarik lenganku yang sudah siap berdiri. Kuanggukan kepalaku dengan senyuman yang berat dibibir.
Dalam perjalanan kerumah keponakannya hingga kembali kerumahnya tak satu katapun aktif keluar dalam bentuk pertanyaan ataupun canda. Hanya sedikit komentar dari setiap kata-kata yang dia berikan.
*~*
Kuayunkan langkahku menuju pintu kamar kostku. Berat, bukan berarti karena aku lelah atau rasa kantukku, tapi setelah kejadian siang tadi kebahagianku sedikit mulai hilang. Kulihat sebelah kamarku ada kehidupan diwarnai terangnya lampu. "Ada pendatang baru" gumamku tapi tak kupedulikan.
"Assalamu 'alaikum." seketika aku berbalik dengan rasa kaget karena aku sedang mencari kunci kamarku diselingi dengan bayangan-banyangan kejadian siang tadi.
"Ya....Waalaikum salam."
"Ma'af kalau saya mengagetkan kamu, saya Hasan orang baru disini, salam kenal ma'af nama kamu siapa?"
"nama saya Adit, ma'af yah saya capek jadi nanti aja perkenalannya."
"Ma'af kalau saya menganggu." Senyuman dibibirnya menggambarkan ketulusan hati.
Tanpa ragu ku buka pintu dan segera kututup. Ada sedikit perasaan tak enak pada Hasan karena pembicaraanku tadi yang kurasakan kurang enak didengar, tapi aku membuang perasaan bersalah tersebut. Malam semakin larut tapi kedua bola mataku tak kunjung juga mengantarku pada alam sana. Terdengar suara kehidupan dalam kamar Hasan. Dengan penuh penasaran kuberanikan mengetuk pintu kamarnya sekalian aku mau minta ma'af.
"Ada apa Dit?" senyuman itu begitu sejuk dipandang.
"mmm... ga, kamu belum tidur San?"
"Belum, aku tidak bisa tidur malam ini, entah mengapa mungkin karena aku masih baru kali yah dengan suasana baruku ini."
"ooo...." jawabku singkat.
"Ngomong-ngomong ada apa nih Dit? emangnya kamu juga ga bisa tidur?"
"Aku mau minta ma'af karena jawaban perkenalan tadi tidak mengenakan."
"Ga apa-apa Dit, aku ngerti kok kamu kan tadi baru datang pasti rasa lelahmu yang membuat kamu bersikap demikian."
"Wah nih orang sabar banget, kebijakan dalam berkata bikin kagum setiap orang yang mendengarkan." gumamku dalam hati.
Akhirnya aku ngobrol malam itu mulai dari perkenalan sampai dengan pengalaman.
Setelah kejadian malam itu aku semakin dekat dengan Hasan. Tak jarang aku minta pendapat tentang masalah yang sedang kuhadapi. Setiap katanya mengandung makna yang begitu indah bagaikan penyair yang menyampaikan risalah lewat kata-kata bijaknya.
"Dit, rasa cinta itu fitrah. Setiap manusia yang normal pasti akan merasakannya, tapi tergantung kita dalam pengembangan cinta tersebut. Cinta kita kepada lawan jenis atau hobby kita boleh-boleh saja, tapi jangan sampai rasa cinta tersebut mengalahkan cinta kita padaNya."
"Sulit San, hati ini sudah terlanjur suka sama dia. Sekarang alur hidupku saja entah kan kubawa kemana, semuanya serba kebingungan dan saat kuambil keputusan selalu saja kutemui jalan buntu."
"Dit, cinta itu tak harus memiliki dan cinta tak bisa dipaksakan. Jika kita memang mencintai seseorang, kita kan merasa bahagia jika dia menemukan kebahagiannya, walaupun kebahagian itu tidak ditemukan pada diri kita, kita harus ikhlas. Dit, sekarang mengadulah kepada Allah. Mohon petunjukNya untuk membimbing kebimbangan dalam menjalani hidupmu dan jangan terlalu dipikirkan sebab kamu tau sendiri kan bahwa kamu punya penyakit kanker."
Hasan memang benar penyakit yang kuderita selama ini tak lagi kupikirkan. Padahal entah esok atau lusa bahkan mungkin hari ini jika Allah berkenan mengambil nyawa ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Kuingat pesan Hasan yang masih terngiang dalam benakku "Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, jadikanlah ini salah satu prinsip dalam menjalani hidup agar selalu ingat padaNya". Bergetar seketika seluruh tubuhku entah apa yang terjadi padaku saat itu. Tanpa pikir panjang ku basuh setiap bagian tubuhku dengan air wudhu untuk mengadukan masalah ini pada Penguasa alam semesta.
"Ya Allah, betapa besar dosaku selama ini. Cinta yang kau berikan telah aku salah artikan. Begitu halusnya iblis membisikan arti cinta itu hingga kabut cinta duniawi telah menghalangi arti sebenarnya cinta. Ya Allah, andaikan cintaku padaMu sebesar cintaku padanya bahkan lebih dari itu. Sungguh aku sangat menginginkan hal itu sebelum Kau memanggilku. Ya Allah jadikan cintaku padaMu begitu besar hingga ku tak takut akan kematian bahkan kematian menjadikan gerbang menuju kerinduan menghadapMu." Tak terasa air mata penyesalah telah membasahi pipi dan sajadah. Hatiku sedikit lebih sejuk dan tenang dan tak terasa keseimbangan tubuhku mulai tak stabil dan akhirnya aku tersungkur dalam sujud.
*~*
"Dit, berangkat kuliah ga?" Berulang kali Hasan menanggil Adit, tapi tak ada sahutan dari dalam. Hasan memberanikan diri untuk masuk kekamar Adit dan ternyata pintunya tidak terkunci. Dia melihat Adit dalam keadaan sujud dan dia berpikir mungkin dia kesiangan shalat subuhnya. Setengah jam sudah dia menunggu dikasurnya, tapi Adit masih dalam keadaan bersujud. Hasan mulai penasaran dan mulai mendekati Adit, dia coba sedikit menggoncangkan tubuh Adit dan....... "Astagfirullah.......Dit....Dit.....Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, insyaAllah kau telah mendapatkan arti cinta yang sebenarnya. Semoga kau tenang diSisiNya".
"Dit, anterin ke gramedia yuk? " suara itu telah menjemputku dari dunia lamunan.
"Eh....siang bolong gini bengong, entar kesambet loh". Aku hanya membalas dengan senyuman. Hasan, dialah sahabat baruku yang kukenal dikost ini yang telah membawaku pada perubahan. "Yuk!" jawabku singkat.
Dalam perjalanan tak henti-hentinya Hasan menggodaku yang dari tadi hanya diam. "Lagi mikirin apaan sih Dit? ngelamun mulu ntar cepet tua loh......" mata melotot dan kerut keningnya adalah ciri khas ketika sedang meledekku. "Ga ada apa-apa" hanya senyuman yang terakhir dari kata itu.
" ooo......ya udah klo ga mau cerita ".
Dua bulan sudah kenanganku terkubur, namun kini entah kenapa muncul kembali setelah kemarin malam memimpikan dirinya. Kesunyian malam dan dinginnya malam tak lagi kurasakan karena hangatnya sinar rembulan mulai menemaniku malam itu untuk mengingat kenangan masa lalu. Entah mengapa mata ini sulit kupejamkan, seakan-akan didepanku hadir sesosok wanita yang tak asing bagiku. Dia melambaikan tangan dan bercanda ria dengan temannya.
Dialah gadis yang telah membangunkan cintaku. Sebut saja Rani, dia adalah sahabat Tari teman kampusku. Orangnya asik, mudah beradaptasi dengan teman baru walaupun aku sendiri agak canggung dengan yang namanya perkenalan dengan wanita. Perkenalan trus berlanjut, aku mulai memberanikan diri tuk mengajak dia jalan dan terkadang dia yang memintaku untuk mengantarkannya yang hanya sekedar mencari boneka.
Kecanggunganku mulai sedikit hilang ketika dia mulai bercanda denganku dan mulai meminta pendapatku tentang masalah yang dihadapinya. Entah mengapa ketika bersamanya aku seakan-akan menemukan kebahagiaan yang selama ini telah hilang dalam hidupku. Ketika senja tiba, kuingin cepat menggantikan rembulan dengan matahari jika kubisa. Hari demi hari dia tak luput dari pikiranku, walaupun dia bukan satu kampus denganku tapi dia selalu menghubungiku via telpon dan itu membuat rasa rinduku terobati.
*~*
HPku berdering dan kuraih dengan malasnya, "siapa sih pagi-pagi gini ganggu orang yang lagi enak bermimpi." gumamku.
"Halo, Dit," suara itu tak asing lagi ditelingaku.
"Ya halo, ada apa Ran? " kontan semangat dipagi itu timbul seketika mengalahkan sisa kantukku.
"Dit hari ini ada acara ga?"
"mmm... kebetulan minggu ini ga ada acara, emang kenapa?"
"Anterin aku jalan yuk!" suara manjanya mulai muncul. Aku tersipu mendengar kata-kata itu dan tanpa pikir panjang kuterima ajakannya.
"Ayuk...yuk..., emang mo kemana?"
"Semangat banget sih, anterin aku cari kado buat keponakanku trus anterin kerumahnya, mau ga?"
"Boleh...buat kamu apa sih yang ga bisa." entah dari mana aku belajar bergombal terhadap wanita, padahal aku tipe cowo yang sulit berkomunikasi dengan wanita.
"Ya udah nanti jam 09.00 jemput aku dirumah yah! daaa..." tut...tut...tut...
Huuuu....... kurebahkan kembali badan ini dengan kegembiraan hati yang terpancar dipagi hari. Tak biasanya aku menyapa sang surya yang menebarkan kehangatan sinarnya yang memberikan manfaat bagi tubuh manusia. Kegembiraan itu tak akan pernah kuhapus dalam memori kehidupanku.
*~*
Minggu itu aku menjemputnya sesuai permintaan dan aku mengantarkan mencari hadiah untuk keponakannya. Hampir semua toko mainan kami jelajahi di mall itu, tapi tak satupun mainan yang cocok untuk kami beli. Hampir kami putus asa, tapi keputusasaan itu hilang setelah kami melihat sebuah kotak yang berisi boneka yang paling disukai keponakannya. Tanpa ragu kami langsung menuju toko tersebut dan membelinya. Rasa capek, kantuk dan lelah telah menjadi satu, tapi perasaan itu entah mengapa terasa tak begitu pengaruh pada diriku. Sebelum pergi kerumah keponakannya, kami sempatkan untuk beristirahat di cafe dekat kami membeli boneka.
"Akhirnya setelah sekian lama kita mencari ........ fhuuuhhhh!"
"Sok puitis deh!" ledeknya sambil tersenyum kecil.
"Eh Ran mau makan apa?"
"mmm .... aku ga makan deh" jawabnya singkat, mungkin rasa lelah telah menbuatnya kurang berselera makan.
"Ya udah klo gitu aku pesen minuman aja yah?"
"Ok!"
Sambil minum kami cerita dan saat itu entah mengapa hati ini mendapat dorongan untuk mengatakan sesuatu padanya.
"mmm......Ran, aku boleh mengatakan sesuatu ga? tapi .... kamu janji jangan marah yah?" rasa ragu mulai menyelimuti hatiku, tapi daya dorong ini semakin kuat.
"Tergantung" senyuman di bibirnya membuatku terpaku memandangnya. "Bicara aja lagi Dit, aku ga marah asal jangan bilang kalau kamu ga bisa anterin aku kerumah keponakanku, soalnya dari sini kan lumayan jauh dan aku udah capek."
"Bukan .... bukan itu, aku pasti anterin kamu kok!"
"Trus apa dong? jangan bikin Rani bingung deh."
"mmm ...... Ran mungkin aku konyol mengutarakan perasaan disaat seperti ini, tapi aku tidak bisa membendungnya lagi." ku beranikan tuk memulainya.
"maksudnya?" kerut keningnya dan tatapan tajam tak luput dari penglihatanku.
"Ran ..... a ... aku mulai suka sama kamu." ku gigit bibir bawahku dan kutundukan pandangan. Tak berani kutatap wajahnya, aku takut melihat ekspresi wajahnya setelah aku mengatakan hal itu.
Lama tak terjadi kontak bicara diantara kami. Tapi tak lama kemudian .....
"Dit, aku ngerti perasaan kamu, aku jadi merasa bersalah terlalu berlebihan dalam bergaul denganmu sehingga kamu berpikir bahwa selama ini penerimaan ajakanmu dan permintaan untuk mengantarku adalah atas dasar rasa suka padamu. Aku menganggap kamu sebagai sahabatku yang baik yang telah lama kucari selama ini. Kamu mau mendengarkan keluhanku dan menasehatiku. Jadi tak mungkin aku menerimamu sebagai pacarku, aku tak mau kehilanganmu Dit, sebab di dalam pacaran ketika rasa cinta telah pudar maka kebencianlah yang berperan dan hal itu tak mau terjadi pada hubungan kita Dit. Jadi aku mohon padamu jadilah sahabatku bukan pacarku. Ma'afkan aku Dit, kamu bisa ngertikan perasaanku?" penjelasan itu diakhiri dengan senyuman manisnya. Kuberanikan menatap wajahnya walaupun jeritan dan tangisan hati silih berganti. Kubalas senyumannya dan kuberanikan mengomentari.
"Ya sudah kalau itu memang pendapatmu, aku kan coba tuk nerimanya." kupaksakan bibir ini untuk senyum.
"Eh Ran udah sore nih, ntar kemaleman lagi kerumah ponakanmu." cepat kuganti pokok pembicaraan agar rasa sedih ini tak berlarut.
"Kamu ga marah kan Dit?" dia menarik lenganku yang sudah siap berdiri. Kuanggukan kepalaku dengan senyuman yang berat dibibir.
Dalam perjalanan kerumah keponakannya hingga kembali kerumahnya tak satu katapun aktif keluar dalam bentuk pertanyaan ataupun canda. Hanya sedikit komentar dari setiap kata-kata yang dia berikan.
*~*
Kuayunkan langkahku menuju pintu kamar kostku. Berat, bukan berarti karena aku lelah atau rasa kantukku, tapi setelah kejadian siang tadi kebahagianku sedikit mulai hilang. Kulihat sebelah kamarku ada kehidupan diwarnai terangnya lampu. "Ada pendatang baru" gumamku tapi tak kupedulikan.
"Assalamu 'alaikum." seketika aku berbalik dengan rasa kaget karena aku sedang mencari kunci kamarku diselingi dengan bayangan-banyangan kejadian siang tadi.
"Ya....Waalaikum salam."
"Ma'af kalau saya mengagetkan kamu, saya Hasan orang baru disini, salam kenal ma'af nama kamu siapa?"
"nama saya Adit, ma'af yah saya capek jadi nanti aja perkenalannya."
"Ma'af kalau saya menganggu." Senyuman dibibirnya menggambarkan ketulusan hati.
Tanpa ragu ku buka pintu dan segera kututup. Ada sedikit perasaan tak enak pada Hasan karena pembicaraanku tadi yang kurasakan kurang enak didengar, tapi aku membuang perasaan bersalah tersebut. Malam semakin larut tapi kedua bola mataku tak kunjung juga mengantarku pada alam sana. Terdengar suara kehidupan dalam kamar Hasan. Dengan penuh penasaran kuberanikan mengetuk pintu kamarnya sekalian aku mau minta ma'af.
"Ada apa Dit?" senyuman itu begitu sejuk dipandang.
"mmm... ga, kamu belum tidur San?"
"Belum, aku tidak bisa tidur malam ini, entah mengapa mungkin karena aku masih baru kali yah dengan suasana baruku ini."
"ooo...." jawabku singkat.
"Ngomong-ngomong ada apa nih Dit? emangnya kamu juga ga bisa tidur?"
"Aku mau minta ma'af karena jawaban perkenalan tadi tidak mengenakan."
"Ga apa-apa Dit, aku ngerti kok kamu kan tadi baru datang pasti rasa lelahmu yang membuat kamu bersikap demikian."
"Wah nih orang sabar banget, kebijakan dalam berkata bikin kagum setiap orang yang mendengarkan." gumamku dalam hati.
Akhirnya aku ngobrol malam itu mulai dari perkenalan sampai dengan pengalaman.
Setelah kejadian malam itu aku semakin dekat dengan Hasan. Tak jarang aku minta pendapat tentang masalah yang sedang kuhadapi. Setiap katanya mengandung makna yang begitu indah bagaikan penyair yang menyampaikan risalah lewat kata-kata bijaknya.
"Dit, rasa cinta itu fitrah. Setiap manusia yang normal pasti akan merasakannya, tapi tergantung kita dalam pengembangan cinta tersebut. Cinta kita kepada lawan jenis atau hobby kita boleh-boleh saja, tapi jangan sampai rasa cinta tersebut mengalahkan cinta kita padaNya."
"Sulit San, hati ini sudah terlanjur suka sama dia. Sekarang alur hidupku saja entah kan kubawa kemana, semuanya serba kebingungan dan saat kuambil keputusan selalu saja kutemui jalan buntu."
"Dit, cinta itu tak harus memiliki dan cinta tak bisa dipaksakan. Jika kita memang mencintai seseorang, kita kan merasa bahagia jika dia menemukan kebahagiannya, walaupun kebahagian itu tidak ditemukan pada diri kita, kita harus ikhlas. Dit, sekarang mengadulah kepada Allah. Mohon petunjukNya untuk membimbing kebimbangan dalam menjalani hidupmu dan jangan terlalu dipikirkan sebab kamu tau sendiri kan bahwa kamu punya penyakit kanker."
Hasan memang benar penyakit yang kuderita selama ini tak lagi kupikirkan. Padahal entah esok atau lusa bahkan mungkin hari ini jika Allah berkenan mengambil nyawa ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Kuingat pesan Hasan yang masih terngiang dalam benakku "Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, jadikanlah ini salah satu prinsip dalam menjalani hidup agar selalu ingat padaNya". Bergetar seketika seluruh tubuhku entah apa yang terjadi padaku saat itu. Tanpa pikir panjang ku basuh setiap bagian tubuhku dengan air wudhu untuk mengadukan masalah ini pada Penguasa alam semesta.
"Ya Allah, betapa besar dosaku selama ini. Cinta yang kau berikan telah aku salah artikan. Begitu halusnya iblis membisikan arti cinta itu hingga kabut cinta duniawi telah menghalangi arti sebenarnya cinta. Ya Allah, andaikan cintaku padaMu sebesar cintaku padanya bahkan lebih dari itu. Sungguh aku sangat menginginkan hal itu sebelum Kau memanggilku. Ya Allah jadikan cintaku padaMu begitu besar hingga ku tak takut akan kematian bahkan kematian menjadikan gerbang menuju kerinduan menghadapMu." Tak terasa air mata penyesalah telah membasahi pipi dan sajadah. Hatiku sedikit lebih sejuk dan tenang dan tak terasa keseimbangan tubuhku mulai tak stabil dan akhirnya aku tersungkur dalam sujud.
*~*
"Dit, berangkat kuliah ga?" Berulang kali Hasan menanggil Adit, tapi tak ada sahutan dari dalam. Hasan memberanikan diri untuk masuk kekamar Adit dan ternyata pintunya tidak terkunci. Dia melihat Adit dalam keadaan sujud dan dia berpikir mungkin dia kesiangan shalat subuhnya. Setengah jam sudah dia menunggu dikasurnya, tapi Adit masih dalam keadaan bersujud. Hasan mulai penasaran dan mulai mendekati Adit, dia coba sedikit menggoncangkan tubuh Adit dan....... "Astagfirullah.......Dit....Dit.....Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, insyaAllah kau telah mendapatkan arti cinta yang sebenarnya. Semoga kau tenang diSisiNya".
Sumber inspirasi : milis dt serta
beberapa majalah dan buku kumpulan cerpen