☼ Mencari Ilmu
Kesaktian | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku
sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog
sendiri ingin menjawab keinginan sahabat
untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J
Alkisah (alkisah artinya kisah yang tidak mesti
dipercaya kebenarannya, karena tingkat kesahihan riwayat yang masih diragukan)
tersebutlah seorang pemuda dari kerajaan antah-berantah yang berada di pulau
Lombok bagian selatan dekat-dekat Gerung, sebut saja Tuak Man, begitu terobsesi
ingin memiliki ilmu kesaktian, ilmu kanuragan yang akan digunakannya membasmi
kejahatan curas, curanmor, begal rampok dan kejahatan korupsi yang sedang marak
di kampungnya. Dengan semangat patriotisme dan obsesi yang tinggi Tuak Man
berangkat ke kampung Jeranjang, yang juga berada di Lombok bagian selatan untuk
berguru kepada seorang pendekar tua yang terkenal kesaktiannya. Tujuannya hanya
satu, menjadi pahlawan yang akan membasmi kejahatan, seperti tokoh-tokoh
idolanya, seperti Superman, Batman, Gundala, Godam dan Khairiyansyah.
Singkat cerita, setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, melewati jalan setapak menerobos hutan, mendaki bukit, menuruni lembah nan curam dan bila letih tak tertahan ia sesekali naik ojek, sampailah tokoh kita ini di padepokan sang pendekar tua. Dengan wajah setengah percaya setengah tidak, di depan gerbang padepokan, Tuak Man disambut dengan ritual dan alu-aluan selamat datang.
Setelah bersalam tabik secukupnya dan menurunkan barang bawaan, beras pati, ayam putih mulus dan satu siung bawang putih, Tuak Man, sang tokoh kita ini menyampaikan maksud kedatangannya kepada sang pendekar digjaya. Tak lupa Tuak Man menyampaikan keprihatinannya tentang kejahatan yang semakin marak, keprihatinan tentang kondisi kampungnya yang semakin edan, bandit dan begundal lalu-lalang petantang-petenteng terang-terangan.
Demi mendengar penjelasan maksud kedatangan Tuak Man, sang tetua pendekar sakti manggut-manggut, menyibak-nyibak jenggotnya yang awut-awutan dan ubanan. Dengan kalimat terpatah-patah sang pendekar digjaya menyatakan bersedia mengajarkan satu ilmu yang sangat ampuh. Keampuhan ilmu tersebut adalah mampu melenyapkan segala bentuk gangguan, jin, sihir, dedemit, atau gunderuwo yang menghadang termasuk melemahkan musuh.
"Tentu saja," kata sang Pendekar Tua dengan berwibawa, "ajian ini bisa mengalahkan sirep para maling, melumpuhkan begal-begal, dan mengalahkan semuanya!"
"Cuman, Cu, Eyang tidak yakin apakah nantinya kamu sebagai pemilik ajian ini mampu bertahan dengan ajian sogokan waktu pemilihan lurah. Kamu tahu kan sekarang, sogokan dalam pemilihan lurah sudah pakai janda kembang. Ha ha ha..."
Tinggallah tokoh kita kebingungan, karena tidak mengerti letak lucunya penjelasan sang eyang.
"Kamu akan Eyang ajarkan ajian yang sangat ampuh. Untuk melenyapkan gangguan, melumpuhkan sirep begal-begal, caranya cukup mudah. Baca jejampian ini sambil menahan napas dan menghentakkan kaki tiga kali ke tanah. Bila musuh yang dihadapi tidak terlalu digjaya, maka cukup sekali saja merapal mantera, ia akan hilang. Tetapi bila ternyata musuh yang dihadapi tidak mau pergi, ajian ini harus kamu ulangi sampai tiga kali."
"Bila setelah tiga kali dibacakan mantera tetapi masih juga tidak bisa menghilang, lebih baik kamu tinggalkan tempat itu dan kembali ke sini meminta bantuan karena pastilah ia pendekar yang berilmu sangat tinggi atau makhluk yang sangat ganas." Demikian pesan sang guru.
Syahdan, masa dua tiga bulan latihan pun berlalu. Dengan latihan yang keras dan dendam yang memanas, akhirnya sampailah si tokoh kita pada malam pentahbisan, malam ujian untuk lulus-lulusan. Dua tiga lawan ia rontokkan, empat lima cobaan telah dikalahkan. Dan di malam pengumuman, Tuak Man dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan.
Dengan hati berbunga-bunga setelah mampu menghapal ajian ini dan mencoba membuktikan keampuhannya, Tuak Man malam-malam pulang sendiri lewat kuburan Batu Muluk (sebuah lokasi kawasan pemakaman di pinggir jalan di dekat Peseng, Desa Kebon Ayu, Gerung yang terkenal keangkerannya). Dari kejauhan Tuak Man melihat satu titik kuning di pinggir jalan, diam tidak bergerak menghalangi jalannya. Keyakinannya menyatakan bahwa makhluk ini adalah penghadang, dan ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk menjajal manteranya.
Tanpa rasa takut ia terus saja berjalan, mendekati sang penghadang. Setelah berada dalam posisi berhadapan, dengan penuh percaya diri ia merapal manteranya, menahan napas dan menghentakkan kakinya tiga kali ke bumi. Makhluk itu ternyata tidak bergeming. Sesuai pesan gurunya, ia mengulang sekali lagi. Dengan bacaan kedua pun ternyata makhluk itu tetap tidak mau pergi. Setelah bacaan keduanya, hati si tokoh kita ini mulai sedikit ciut. Dengan perasaan masih percaya diri dibarengi dengan perasaan agak takut-takut, ia membaca ajian pemungkasnya. Aneh, makhluk itu pun tidak mau pergi.
Sesuai pesan gurunya, ia beringsut pergi kembali ke tempat gurunya untuk meminta bantuan karena di dunia nyata, ternyata senyata-nyatanya ia telah gagal sejak penghadangan pertama.
Dengan bersama sang guru, ia kembali ke kubur Batu Muluk. Dan benar, makhluk itu masih di sana. Dengan posisi kuda-kuda, sang pendekar tua mulai merapal mantera. "Wes, wes, wes, dedemit penghalang, enyahlah dari hadapan. Busss!"
Ternyata makhluk penghadang berwujud kuning besar itu tidak bergeming. Satu kali, dua kali tiga kali diulang, makhluk penghadang tetap tidak juga mau pergi.
Diam-diam mereka berdua menyimpan tanya dan ketakutan. Dalam diam yang bisu mereka menanti keajaiban dengan harap-harap cemas; keajaiban yang dapat membebaskan mereka dari musuh yang hebat:
Dan benar! Tiba-tiba dari kejauhan berkelebat sebuah sinar terang. Begitu cepat begitu terang, kilat tanpa hujan. Terang yang sebenar-benarnya terang. Dan tergambar jelas di atas makhluk besar itu:
COMPACTOR CATERPILLAR
HATI-HATI SEDANG PERBAIKAN JALAN!
Singkat cerita, setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, melewati jalan setapak menerobos hutan, mendaki bukit, menuruni lembah nan curam dan bila letih tak tertahan ia sesekali naik ojek, sampailah tokoh kita ini di padepokan sang pendekar tua. Dengan wajah setengah percaya setengah tidak, di depan gerbang padepokan, Tuak Man disambut dengan ritual dan alu-aluan selamat datang.
Setelah bersalam tabik secukupnya dan menurunkan barang bawaan, beras pati, ayam putih mulus dan satu siung bawang putih, Tuak Man, sang tokoh kita ini menyampaikan maksud kedatangannya kepada sang pendekar digjaya. Tak lupa Tuak Man menyampaikan keprihatinannya tentang kejahatan yang semakin marak, keprihatinan tentang kondisi kampungnya yang semakin edan, bandit dan begundal lalu-lalang petantang-petenteng terang-terangan.
Demi mendengar penjelasan maksud kedatangan Tuak Man, sang tetua pendekar sakti manggut-manggut, menyibak-nyibak jenggotnya yang awut-awutan dan ubanan. Dengan kalimat terpatah-patah sang pendekar digjaya menyatakan bersedia mengajarkan satu ilmu yang sangat ampuh. Keampuhan ilmu tersebut adalah mampu melenyapkan segala bentuk gangguan, jin, sihir, dedemit, atau gunderuwo yang menghadang termasuk melemahkan musuh.
"Tentu saja," kata sang Pendekar Tua dengan berwibawa, "ajian ini bisa mengalahkan sirep para maling, melumpuhkan begal-begal, dan mengalahkan semuanya!"
"Cuman, Cu, Eyang tidak yakin apakah nantinya kamu sebagai pemilik ajian ini mampu bertahan dengan ajian sogokan waktu pemilihan lurah. Kamu tahu kan sekarang, sogokan dalam pemilihan lurah sudah pakai janda kembang. Ha ha ha..."
Tinggallah tokoh kita kebingungan, karena tidak mengerti letak lucunya penjelasan sang eyang.
"Kamu akan Eyang ajarkan ajian yang sangat ampuh. Untuk melenyapkan gangguan, melumpuhkan sirep begal-begal, caranya cukup mudah. Baca jejampian ini sambil menahan napas dan menghentakkan kaki tiga kali ke tanah. Bila musuh yang dihadapi tidak terlalu digjaya, maka cukup sekali saja merapal mantera, ia akan hilang. Tetapi bila ternyata musuh yang dihadapi tidak mau pergi, ajian ini harus kamu ulangi sampai tiga kali."
"Bila setelah tiga kali dibacakan mantera tetapi masih juga tidak bisa menghilang, lebih baik kamu tinggalkan tempat itu dan kembali ke sini meminta bantuan karena pastilah ia pendekar yang berilmu sangat tinggi atau makhluk yang sangat ganas." Demikian pesan sang guru.
Syahdan, masa dua tiga bulan latihan pun berlalu. Dengan latihan yang keras dan dendam yang memanas, akhirnya sampailah si tokoh kita pada malam pentahbisan, malam ujian untuk lulus-lulusan. Dua tiga lawan ia rontokkan, empat lima cobaan telah dikalahkan. Dan di malam pengumuman, Tuak Man dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan.
Dengan hati berbunga-bunga setelah mampu menghapal ajian ini dan mencoba membuktikan keampuhannya, Tuak Man malam-malam pulang sendiri lewat kuburan Batu Muluk (sebuah lokasi kawasan pemakaman di pinggir jalan di dekat Peseng, Desa Kebon Ayu, Gerung yang terkenal keangkerannya). Dari kejauhan Tuak Man melihat satu titik kuning di pinggir jalan, diam tidak bergerak menghalangi jalannya. Keyakinannya menyatakan bahwa makhluk ini adalah penghadang, dan ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk menjajal manteranya.
Tanpa rasa takut ia terus saja berjalan, mendekati sang penghadang. Setelah berada dalam posisi berhadapan, dengan penuh percaya diri ia merapal manteranya, menahan napas dan menghentakkan kakinya tiga kali ke bumi. Makhluk itu ternyata tidak bergeming. Sesuai pesan gurunya, ia mengulang sekali lagi. Dengan bacaan kedua pun ternyata makhluk itu tetap tidak mau pergi. Setelah bacaan keduanya, hati si tokoh kita ini mulai sedikit ciut. Dengan perasaan masih percaya diri dibarengi dengan perasaan agak takut-takut, ia membaca ajian pemungkasnya. Aneh, makhluk itu pun tidak mau pergi.
Sesuai pesan gurunya, ia beringsut pergi kembali ke tempat gurunya untuk meminta bantuan karena di dunia nyata, ternyata senyata-nyatanya ia telah gagal sejak penghadangan pertama.
Dengan bersama sang guru, ia kembali ke kubur Batu Muluk. Dan benar, makhluk itu masih di sana. Dengan posisi kuda-kuda, sang pendekar tua mulai merapal mantera. "Wes, wes, wes, dedemit penghalang, enyahlah dari hadapan. Busss!"
Ternyata makhluk penghadang berwujud kuning besar itu tidak bergeming. Satu kali, dua kali tiga kali diulang, makhluk penghadang tetap tidak juga mau pergi.
Diam-diam mereka berdua menyimpan tanya dan ketakutan. Dalam diam yang bisu mereka menanti keajaiban dengan harap-harap cemas; keajaiban yang dapat membebaskan mereka dari musuh yang hebat:
Dan benar! Tiba-tiba dari kejauhan berkelebat sebuah sinar terang. Begitu cepat begitu terang, kilat tanpa hujan. Terang yang sebenar-benarnya terang. Dan tergambar jelas di atas makhluk besar itu:
COMPACTOR CATERPILLAR
HATI-HATI SEDANG PERBAIKAN JALAN!
Sumber inspirasi : yahoogroups.com
serta beberapa majalah dan buku kumpulan cerpen