☼ Wak Haji Saleh | contoh cerpen karangan Anak bangsa ☼


☼ Wak Haji Saleh  | contoh cerpen karangan Anak bangsa


Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog sendiri  ingin menjawab keinginan sahabat untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J

Sebut saja namanya Wak Haji Saleh. Seorang alim di kampung saya. Ia diangkat oleh masyarakat sekitar sebagai imam masjid karena kealimannya. Bagaimana tidak, kalau ia memimpin sholat dalam satu rakaat belasan ayat ia baca, kalau khutbah Jum’at lidahnya fasih mengucap dan mengutip ayat maupun hadits. Kurang apalagi?

Anehnya, belakangan ini jama’ah masjid mulai kesal dengan Haji Saleh ini. Saya hanya tukang catat kekesalan mereka. Konon, menurut jama’ah, banyak yang enggan shalat jama’ah di masjid karena Haji Saleh itu kalau shalat lama sekali. Padahal banyak kebutuhan hidup para jama’ah yang harus dipenuhi. Mereka harus berdagang dan pergi ke sekolah, tapi Haji saleh seakan tak peduli bahwa selepas shalat banyak jama’ah yang harus berangkat mencari sesuap nasi.

Jama’ah lain menuduh Haji Saleh telah melakukan monopoli dalam menjadi Imam dan Khatib Jum’at. “Mbok ya sekali-kali, kasih Haji yang lain untuk jadi Imam atau jadi khatib,” gerutu seorang jama’ah.

Seorang Bapak mengeluh pada saya bahwa Haji Saleh bukan hanya shalatnya yang lama, tapi kalau memberi khutbah Jum’at juga sangat panjang. Bayangkan dia tahan memberi khutbah selama 45 menit, padahal banyak jama’ah yang udah mulai gelisah.

Seorang remaja masjid juga mengeluh pada saya, katanya Haji Saleh sering emosional menanggapi pertanyaannya dalam pengajian. Kalau didebat sedikit, mulailah Haji saleh mengatakan bahwa “kalian itu menyimpang, karena itu perlu saya luruskan!”

Seorang mahasiswa S2 sebuah Universitas beken berpendapat bahwa tema pengajian dan khutbah Haji Saleh itu-itu saja; berputar dari itu ke itu.

“Maksudnya apa?” tanya saya tak paham.

“Masa’ dari minggu ke minggu yang diomongkan cuma iman-taqwa, iman-taqwa melulu. Kalau itu sih kita sudah paham, yang penting kan bagaimana mengaplikasikan iman-taqwa itu untuk kehidupan sehari-hari.”

Saya menarik napas dalam-dalam. Saya mencoba membela Haji saleh. Saya katakan, “Tapi kan semangat beliau pada Islam harus kita hargai dan patut kita tiru.”

“Semangat islam? Ah... dia emang terlalu semangat!” sergah seorang Bapak yang tiba-tiba nimbrung.

Bapak tadi melanjutkan, “Pernah dalam satu pengajian isteri saya pulang sambil menangis, pasalnya Haji Saleh mengatakan dengan keras bahwa ushalli itu tak perlu dalam shalat. Bahkan siapa yang mengucap ushalli maka shalatnya tidak sah. Lha...isteri saya itu dari kecil sampai sudah punya anak ini kalau mau shalat ya baca ushalli... artinya selama hidupnya shalatnya tak diterima dong...”

Saya tak kuasa lagi membela Haji Saleh, ketika di suatu perjalanan pulang dari pengajian saya mengajak dia berdiskusi tentang satu masalah. Belum lagi saya selesai mengajukan argumen, Haji Saleh langsung “menyemprot” saya dengan satu napas, tanpa titik tanpa koma, tanpa sempat saya sela.

Jama’ah yang lain mendengar saya disemprot seperti itu tersenyum. Besoknya, ramai orang mengejek saya sebagai pembela Haji Saleh yang akhirnya kena “semprot” juga.

Setelah itu banyak pihak yang memanas-manasi saya untuk melakukan “kudeta” terhadap Haji Saleh.

“Bukankah kamu juga sudah Haji,” bujuk seorang Bapak setengah baya.

“Iya... kamu juga cukup ngerti agama kok, nak” kata seorang tokoh kampung sambil memegang pundak saya.

Saya tersenyum, “ah emangnya politik, kok pakai acara “kudeta”. Begini saja, saya tetap menghormati Haji Saleh. Saya yakin ada banyak cara untuk “menyadarkan” Haji Saleh, tapi saya belum menemukan cara yang terbaik. Yang jelas saya memilih jadi makmum saja daripada harus “mengkudeta” beliau”.

Jama’ah tersenyum mendengar jawaban saya.

========

*) Godaan terbesar untuk orang shaleh adalah ketika dia merasa Islam yang benar hanya berada pada dirinya dan golongannya. Selebihnya adalah sesat, bid’ah dan kafir. Tanpa sadar, para orang shaleh ini telah mempersempit samudera Rahmat Allah yang luas tak bertepi.
Sumber inspirasi : kota santri [dot] com , Republika [dot] com , helvitiana rosa , MQMedia[dot]com ,dakwah.org serta beberapa majalah dan buku kumpulan cerpen