Menteri Sekretaris Negara Pratikno (kiri) berbincang dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kanan) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/10). (sumber: Antara/Widodo S.Jusuf) |
Hai Sobat ASA, seperti yang kita ketahui Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tjahjo Kumolo memperbolehkan penghapusan kolom agama di KTP demi kesejahteraan rakyat dan menghilangkan diskriminasi.
“Yang harus diutamakan menurut Tjahjo adalah hak setiap warga negara memperoleh identitas kependudukan" Ucap beliau seperti dilansir berita satu pada Jumat, 07 November 2014.
Padahal jika Karena diskriminasi dan permintaan sebagian golongan, semua akan merasa terdiskriminasi. baik itu dari jenis kelamin (karena saat ini laki laki dan wanita setara), status perkawinan dll..
berikut ini akan kami sajikan Anekdot Ust Farid Ma'ruf.
A : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di ktp mau dihilangkan lho.”
“Yang harus diutamakan menurut Tjahjo adalah hak setiap warga negara memperoleh identitas kependudukan" Ucap beliau seperti dilansir berita satu pada Jumat, 07 November 2014.
Padahal jika Karena diskriminasi dan permintaan sebagian golongan, semua akan merasa terdiskriminasi. baik itu dari jenis kelamin (karena saat ini laki laki dan wanita setara), status perkawinan dll..
berikut ini akan kami sajikan Anekdot Ust Farid Ma'ruf.
A : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di ktp mau dihilangkan lho.”
B : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah ngilangin agama?”
A: “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi. Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumin di KTP.”
B : “Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan diskriminasi gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis kelamin juga harus dihapus dong. Laki-laki dan perempuan kan setara. ”
C : “Eh, jangan lupa. Bisa juga lho perlakuan diskriminasi terjadi karena usia. Jadi hapus juga kolom tanggal lahir.”
D : “Eit, ingat juga. Bangsa Indonesia ini juga sering fanatisme daerahnya muncul, terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi mestinya, kolom tempat lahir dan alamat juga dihapus.”
B : “Ada juga lho, perlakuan diskriminasi itu gara-gara nama. Misal nih, ada orang dengan nama khas agama tertentu misalnya Abdullah, tapi tinggal di daerah yang mayoritas agamanya lain. Bisa tuh ntar dapat perlakuan diskriminasi. Jadi kolom nama juga wajib dihapus.”
B: “Kalau status pernikahan gimana? Perlu ndak dicantumkan?”
A : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan urusan pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau melahirkan di rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah ditanya sudah nikah belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung saja ditolong oleh dokter.”
D : “Sebenarnya, kolom pekerjaan juga berpotensi diskriminasi. Coba bayangkan. Ketika di ktp ditulis pekerjaan adalah buruh, kalau orang tersebut datang ke kantor pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah sama ramahnya jika di kolom pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa dilecehkan. Jadi kolom pekerjaan juga harus dihapus.”
C: “Kalau golongan darah gimana? Berpotensi diskriminasi nggak?”
A : “Bisa juga. Namanya orang sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.”
E : “Lha terus, isi KTP apa dong?
Nama : dihapus
Tempat tanggal lahir : dihapus
Alamat tinggal : dihapus
Agama : dihapus
Pekerjaan : dihapus
Status perkawinan : dihapus
Golongan darah : dihapus
Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….”
A, B, C, D : (melongo)
Tempat tanggal lahir : dihapus
Alamat tinggal : dihapus
Agama : dihapus
Pekerjaan : dihapus
Status perkawinan : dihapus
Golongan darah : dihapus
Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….”
A, B, C, D : (melongo)