Asaarham- Selamat malam sahabat asa, setelah lama tak bersua melalui Blog ini.. akhirnya pribadi memberanikan diri untuk kembali menyapa sahabat melalui tulisan yang tentunya memerlukan banyak perbaikan. Akibat dari menurunnya kualitas diri selama ini.
Baik tanpa berlama
lama, biarkanlah diri ini mengutarakan sedikit kegelisahan untuk bangsa yang
besar ini, bangsa indonesia. Namun perlu diketahui, Sungguh tak ada niatan diri
ini untuk menyalahkan salah satu pihak maupun membela pihak lainnya. Diri hanya
mencoba mengulas masalah menurut sudut pandang pribadi yang ‘rentan’ akan celah
kesalahan dan perbaikan.
Seperti yang kita
ketahui bersama, tahun 2014 ini adalah tahun “kepentingan”.. ya, kepentingan.
Dimana seorang teman dapat ditinggalkan, dimana saudara dapat saling
bermusuhan. Baik dalam sekala kecil maupun sekala yang jauh lebih besar. Dan
kita, ‘rakyat’ hanya menjadi obyek permainan orang orang “cerdas” yang memiliki
kepentingan diatas sana.
Untuk memudahkan
menjelaskan, diri akan mencoba memulai dari suatu yang amat panas ditahun ini,
“Momen PILPRES dan Perebutan Kekuasaan”. Dimulai ketika menjelang pemilihan
presiden hingga mungkin sampai detik ini, kata “RAKYAT” seperti “rakyat
indonesia menolak akan kebijakan dari A” ; “pemimpin pilihan rakyat” dsb
sangatlah rentan akan diskriminasi golongan. Sebut saja ketika Koalisi Merah
Putih (KMP) menyatakan keputusan yang mereka ambil adalah atas aspirasi rakyat.
Begitu banyak tanggapan negatif yang menolak kata kata tersebut. Demikian pula
halnya ketika presiden terpilih Joko Widodo mengatakan hal serupa, tak sedikit
cemoohan yang menentang kata kata ‘suara rakyat’ yang beliau ucapkan. ‘rakyat
yang mana?’ misalnya.
Dan tak cukup sampai
disitu saja, tak sedikit pula percekcokan antar teman dan saudara terjadi
lantaran saling debat mendebat dikolom komentar ketika sebuah pernyataan
seorang tokoh dikemukakan dimedia online. Lagi lagi kata “rakyat” menjadi suatu
hal yang berbeda tafsirannya antar bagian yang satu dengan yang lainnya. Namun,
ketika kita bisa berfikir jernih dan tenang. Kita akan sedikit dapat menarik
garis lurus akan percekcokan yang terjadi dinegara kita saat ini.
Ketika pilpres
misalnya, terdapat 2 golongan besar yang mengatas namakan diri mereka masing
masing adalah “rakyat”. Tak heran, karena dengan perbandingan nyaris seimbang
yakni 53% (rakyat yang memilih presiden
pak Jokowi) berbanding 47% (presiden yang memilih presiden pak Prabowo). Hasil
yang berkebalikan ketika kita menggunakan perbandingan koalisi partai yang
diusung rakyat yakni 38% (Koalisi Indonesia hebat) berbanding 62% (Koalisi
Merah Putih). Namun keduanya pun nyaris seimbang rakyat yang diwakilinya.
Dari situ timbul
beberapa pertanyaan didalam kepala ini. Pantaskah masing masing dari mereka
menggunakan “demi kepentingan rakyat” ? pantaskah kata “rakyat” mereka gunakan
untuk kepentingan mereka? Atau haruskan mereka mengganti kata “rakyat” dengan kata yang lebih sesuai?
Mungkin jawabannya akan berbeda masing masing dari kita. Namun saya pribadi
menginginkan para tokoh “cerdas” pemimpin bangsa ini menggunakan kata kata
pengganti yang lebih sesuai. “rakyat yang kami wakili” misalnya (asa, 11 oktober 2014).