Hukum dan Tata Cara MANDI JANABAH
Assalamualaikum warohmatulahi
wabarokatuh, wahai saudara saudariku sobat asa Blog yang kucintai karena Allah
SWT.
Saat ini asa blog sedang ingin membagikan
beberapa tread tentang islami yang niatnya Insyaallah agar kita bisa bersama
sama dapat mempelajari islam , satu satunya agama yang diridhoi Allah SWT ,
yang insyaallah ini dapat menjadi bekal diakhirat kelak karena “
Jika manusia telah meninggal maka
putuslah amalnya kecuali tiga macam:
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
terlebih dahulu asa Blog ingin
mengingatkan kepada sobat asa Blog yang kucintai karena Allah bahwa janganlah
kita bertikai hanya karena sunah atau yang sesungguhnya tidak diwajibkan ,
justru pertikaian sangat dimurkai Allah subhanawataala , yang diperlukan adalah
niat ibadah karena Allah SWT yang maha HAQ.
Hmmz,di tread ini asa blog akan membahas
mengenai Hukum dan Tata Cara MANDI JANABAH,
Nah,apakah sobat asa Blog yang kucintai
karena Allah tertarik dengan judul Hukum dan Tata
Cara MANDI JANABAH ini,
Nah,banyak sekali sumber sumber
yang membahas mengenai Hukum dan Tata Cara MANDI
JANABAH,dan kebanyakan berbeda isinya,
Asa Blog sendiri akan mencoba
mengulas dari sudut pandang asa dan beberapa sumber yang insayaallah dapat
mendapatkan pandangan yang Objektif.
lebih jelasnya silahkan sobat asa Blog
baca perincian tread Hukum dan Tata Cara MANDI
JANABAH ini ya,semoga
bermanfaat.!
Jazzakallahu khair
MANDI JANABAH Hukum dan Tata Caranya
Para pembaca, semoga rahmat
Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa tercurahkan kepada kita semua. Pada edisi
no. 9/II/VIII/1431 lalu telah dibahas sebab-sebab mandi wajib yang diistilahkan
dengan mandi janabah. Pada edisi kali ini akan dibahas tentang hukum dan tata
cara mandi janabah tersebut.
HUKUM MANDI JANABAH
Para ulama sepakat bahwa
seorang yang junub wajib melakukan mandi wajib. Hal ini berdasarkan firman
Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Dan jika kalian junub, maka bersucilah (mandilah).” (QS.
Al-Maidah: 6)
Begitu juga dengan wanita yang telah suci dari haidh atau
nifasnya, diwajibkan mandi seperti mandinya orang yang junub. Berkata Al-Imam
Al-Mawardi rahimahullah : “Mandi seorang wanita dari haidh dan nifas seperti
mandinya karena junub.” (Al-Hawi Al-Kabir, 1/226)
TATA CARA MANDI JANABAH
Mandi janabah/mandi wajib memiliki dua cara:
1. Cara yang sederhana.
2. Cara yang sempurna.
Pertama: Cara yang sederhana
Cara mandi janabah yang sederhana namun mencukupi/sah adalah
cukup dengan berniat dalam hati, kemudian mengguyurkan air ke seluruh tubuh
secara merata hingga mengenai seluruh rambut dan kulitnya. (Lihat Al-Minhaj,
3/228)
Kedua: Cara yang sempurna
Mandi janabah/wajib yang sempurna terdiri dari:
1. Niat
Sebelum memulai mandi janabah, maka wajib berniat dalam
hati. Karena niat merupakan pembeda antara mandi biasa dengan mandi wajib. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Al-Bukhari no.
1, Muslim no. 3530 dari ‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu)
2. Mencuci kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke
dalam wadah air
Hal ini sebagaimana diceritakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا اغْتَسَلَ
مِنْ الْجَنَابَةِ
يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ
يَدَيْهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila hendak
mandi karena junub, memulai dengan mencuci kedua telapak tangan.” (HR
Al-Bukhari no. 240, Muslim no. 474)
Mencuci kedua telapak tangan dilakukan sebanyak dua atau
tiga kali. Disebutkan dalam riwayat lain dari Maimunah radhiyallahu ‘anha:
فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ
أَوْ ثَلاَثًا
ثُمَّ أَدْخَلَ
يَدَهُ فِي
اْلإِنَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencuci kedua
telapak tangannya sebanyak dua atau tiga kali, kemudian beliau memasukkannya ke
dalam wadah air.” (HR. Muslim no. 476)
3. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri
Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha:
ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ
عَلَى شِمَالِهِ
فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ
“Kemudian Rasulullah menuangkan air pada kemaluannya lalu
mencucinya dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 476)
4. Menggosokkan telapak tangan kiri ke tanah
Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ
اْلأَرْضَ فَدَلَكَهَا
دَلْكًا شَدِيدًا
“Kemudian beliau menggosokkan telapak tangan kirinya ke
tanah dengan sungguh-sungguh.” (HR. Muslim no. 476)
5. Berwudhu
Mayoritas ulama berpendapat bahwa berwudhu saat mandi junub
hukumnya sunnah, tidak wajib. Mereka berpandangan bahwa berwudhu saat mandi
junub semuanya hanyalah diriwayatkan dari perbuatan Nabi. Sedangkan semata-mata
perbuatan nabi, tidaklah menjadikan sebuah hukum menjadi wajib. Demikian
pendapat yang dipilih oleh Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Batthal, Asy-Syaukani dan
para ulama lainnya. (Lihat Nailul Authar, 1/273)
Adapun tata cara berwudhu ketika hendak mandi janabah, para
ulama juga berbeda pendapat. Mayoritas ulama berpendapat sunnahnya mengakhirkan
pencucian kedua telapak kaki saat berwudhu ketika mandi janabah. Demikian
menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah. (Lihat Nailul Authar, 1/271)
Namun jika menilik berbagai hadits yang ada, maka kita
dapati bahwa ternyata berwudhu ketika mandi janabah memiliki beberapa cara,
yaitu:
Pertama: Berwudhu secara sempurna seperti wudhu ketika
hendak shalat. Dalilnya adalah hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ
لِلصَّلاَةِ
“Kemudian beliau berwudhu seperti wudhunya ketika hendak
shalat.” (HR. Muslim no. 476)
Kedua: Berwudhu seperti ketika hendak shalat, dengan
mengakhirkan mencuci kedua kaki setelah mandi. Juga dari Maimunah radhiyallahu
‘anha, ia berkata:
ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ
لِلصَّلاَةِ غَيْرَ رِجْلَيْهِ
“Kemudian beliau berwudhu seperti wudhunya ketika hendak
shalat, tanpa mencuci kedua telapak kaki.” (HR. Al-Bukhari no. 272)
Ketiga: Berwudhu seperti wudhu ketika hendak shalat, tanpa
mengusap kepala. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ
ثَلاَثًا وَيَسْتَنْشِقُ
وَيُمَضْمِضُ وَيَغْسِلُ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا
ثَلاَثًا حَتَّى
إِذَا بَلَغَ
رَأْسَهُ لَمْ
يَمْسَحْ
“Kemudian beliau berwudhu dengan membasuh kedua telapak
tangannya sebanyak tiga kali, lalu memasukkan air ke dalam hidung sekaligus ke
dalam mulut dengan berkumur-kumur, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya
masing-masing sebanyak tiga kali, hingga ketika sudah masuk bagian kepala
beliau tidak mengusapnya.” (HR. An-Nasa’i no. 419. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan An-Nasa’i no. 420 bab tidak mengusap
kepala dalam wudhu ketika mandi janabah).
Nampak dari hadits-hadits di atas, bahwa ketiga cara
tersebut semuanya sunnah untuk dilakukan. Karena masing-masingnya didasari oleh
hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikianlah
salah satu bentuk penggabungan (jama’) terhadap hadits-hadits diatas yang
dilakukan Al-Imam As-Sindi rahimahullah dalam Syarh Sunan An-Nasa’i (1/225),
karya beliau.
6. Menyela-nyela pangkal rambut dengan jari-jemari hingga
kulit kepala terasa basah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ
فِي الْمَاءِ
فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِه
“Kemudian beliau memasukkan jari-jemarinya ke dalam air,
lalu menyela-nyela pangkal rambutnya dengan jari-jari tersebut (hingga terasa
basah).” (HR. Al-Bukhari no. 240)
7. Menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى
رَأْسِهِ ثَلاَثَ
غُرَفٍ بِيَدَيْهِ
“Kemudian beliau menuangkan air ke atas kepala beliau
sebanyak tiga kali dengan kedua tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 240)
Caranya, tuangan air yang pertama untuk bagian kanan kepala,
kemudian tuangan yang kedua untuk bagian kiri kepala, lalu yang ketiga untuk
bagian tengah kepala. Cara ini disebutkan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha:
فَأَخَذَ بِكَفِّهِ فَبَدَأَ
بِشِقِّ رَأْسِهِ
اْلأَيْمَنِ ثُمَّ اْلأَيْسَرِ فَقَالَ بِهِمَا
عَلَى وَسَطِ
رَأْسِهِ
“Kemudian beliau mengambil air dengan tangannya, yang
pertama beliau tuangkan air pada bagian kanan kepalanya, kemudian setelah itu
bagian yang kiri, lalu terakhir bagian tengah kepalanya.” (HR. Al-Bukhari no.
250, Muslim no. 478)
Inilah cara yang dipilih oleh sebagian ulama besar seperti
Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Qurthubi, As-Sinji, Asy-Syaukani, dan yang lainnya
(Lihat Nailul Authar, 1/270)
8. Mengguyurkan air ke seluruh tubuh
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى
سَائِرِ جَسَدِهِ
“Kemudian beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuh beliau.”
(HR. Muslim no. 474)
9. Mencuci kedua kaki
Jika air sudah diguyurkan secara merata ke seluruh tubuh,
maka yang terakhir adalah mencuci kedua kaki. Diriwayatkan dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha:
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
“Kemudian terakhir beliau mencuci kedua kakinya.” (HR.
Muslim no. 474)
Demikian urutan tata cara mandi janabah yang sempurna. Jika
seorang yang junub, atau wanita yang selesai dari haidh atau nifas telah
selesai melakukannya, maka ia telah suci dari hadats besar.
Hendaknya orang yang mandi janabah memperhatikan
bagian-bagian tubuh yang rawan tidak terkena air, seperti ketiak, pusar, bagian
dalam telinga, dan bagian-bagian lainnya.
MANDI BAGI WANITA YANG TELAH SUCI DARI HAIDH DAN NIFAS
Mandi bagi wanita yang telah suci dari haidh dan nifas tata
caranya sama dengan tata cara mandi janabah. Namun disunnahkan bagi mereka
untuk mewangikan bagian/daerah mengalirnya darah, baik dengan minyak wangi atau
dengan jenis wewangian lainnya. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu
‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha:
وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا
عِنْدَ الطُّهْرِ
إِذَا اغْتَسَلَتْ
إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ
مِنْ كُسْتِ
أَظْفَارٍ
“Dan sungguh kami diberi keringanan ketika salah seorang
dari kami mandi dari haidh untuk memakai wangi-wangian.” (HR. Al-Bukhari no.
302)
Mewangikan bagian tubuh tempat mengalirnya darah berlaku
untuk semua wanita, baik wanita yang berstatus sebagai istri atau gadis. Hal
ini tujuannya adalah untuk menghilangkan aroma yang tidak sedap. Demikian
menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan juga An-Nawawi (Lihat Fathul Bari 3/239,
Al-Minhaj 4/14)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Bila wanita yang
mandi haidh tidak memakai wewangian pada daerah tempat mengalirnya darah
padahal memungkinkan baginya untuk memakainya, maka hukumnya makruh.” (Lihat
Al-Minhaj 4/14)
HUKUM MENGURAI RAMBUT YANG DIIKAT/DIJALIN SAAT MANDI
Tidak wajib bagi wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika
mandi janabah. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang
pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ,
إِنِّي امْرَأَةٌ
أَشُدُّ ضَفْرَ
رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ
لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟
قَالَ: لاَ,
إِنَّمَا يَكْفِيكِ
أَنْ تَحْثِيَ
عَلَى رَأْسِكِ
ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
ثُمَّ تُفِيضِينَ
عَلَيْكِ الْمَاءَ
فَتَطْهُرِينَ
“Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang mengikat kuat
rambutku, apakah aku harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi janabah?
Rasulullah menjawab: “Tidak. Cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu
sebanyak tiga tuangan. Kemudian menyiramkan air secara merata ke seluruh
tubuhmu. Maka dengan begitu engkau telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Namun beda halnya ketika mandi haidh atau nifas. Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum melepaskan ikatan rambut ketika mandi haidh.
Sebagian ulama berpendapat wajib. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri,
Thawus, Ibnu Hazm, Ahmad bin Hambal, dan yang lainnya. (Lihat Nailul Authar,
1/275)
Adapun mayoritas ulama berpendapat hukumnya mustahab
(sunnah), tidak wajib. Disebutkan dalam riwayat lain dari Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, ketika ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ
ضَفْرَ رَأْسِي
فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ
قَالَ لاَ
إِنَّمَا يَكْفِيكِ
أَنْ تَحْثِيَ
عَلَى رَأْسِكِ
ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
“Aku adalah wanita yang mengikat kuat rambutku, apakah aku
harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi haidh dan janabah? Rasulullah
menjawab: “Tidak. Namun cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak
tiga tuangan.” (HR. Muslim no. 497)
Adapun hadits yang memerintahkan wanita melepaskan ikatan
rambutnya ketika bersuci, dihukumi dha’if (lemah) oleh ulama pakar hadits.
Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Demikian pendapat yang dipilih
Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, Ibnu Baz, dan yang
lainnya (Lihat Taudhihul Ahkam, 1/401)
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah: “Bila si wanita
memiliki rambut yang diikat, maka tidak wajib baginya melepaskan ikatan
rambutnya tersebut saat mandi janabah. Mandi wajib dari haidh sama hukumnya
dengan mandi janabah, tidak berbeda.” (Lihat Al-Umm, 1/56)
HUKUM BERWUDHU SETELAH MANDI JANABAH
Seorang yang telah selesai dari mandi janabah tidak wajib
baginya berwudhu, baik ia melakukan mandi janabah dengan cara yang sederhana
atau cara yang sempurna. Karena ia telah suci dari hadats besar, maupun dari
hadats kecil. Berdalil dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَ يَتَوَضَّأُ
بَعْدَ الْغُسْلِ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
berwudhu setelah selesai mandi (janabah).” (HR. At-Tirmidzi no. 107. Dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah no. 445)
Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah: “Ulama sepakat,
seseorang yang telah selesai melakukan mandi janabah, tidak perlu mengulangi
wudhu.” (Lihat Al-Istidzkar, 1/303)
Hal ini jika tidak batal wudhunya sewaktu ia mandi. Jika
batal, maka wajib mengulangi wudhunya.
Wallahu a’lam.
Sumber:
http://www.assalafy.org/mahad/?p=474 Penulis: Buletin Islam AL ILMU Edisi:
14/IV/VIII/1431 Judul: MANDI JANABAH Hukum dan Tata Caranya
Sumber lain : quran dan sunah
Nah,itulah yang bisa ASA BLOG
sajikan untuk saudara saudariku yang kucintai karena Allah taala mengenai Hukum dan Tata Cara MANDI JANABAH, semoga
kita dapat memetik hikmah dan pelajaran dari informasi yang asa blog post kan
kali ini.amin
jika sobat asa blog memiliki
pendapat lain mengenai Hukum dan Tata Cara MANDI
JANABAHatau memiliki kritik dan saran tentang asa blog ini,silahkan di
share di posting komentar,jika tidak bisa silahkan posting di sebelah kanan
page ini (karikatur putih bertuliskan minum kopi gan(…) di home page asaarham.blogspot.com ) atau dapat pula
menghubungi asa blog lewat facebook
asa tutup wassalamualaikum
warohmatullahiwabarokatu.
Jazzakallahu khair