₪ Lebih Panas Mana? | contoh kumpulan artikel
islami ₪
Seorang Raja mengumumkan
sayembara:"Barangsiapa yang sanggup berendam di kolam kerajaan sepanjang
malam akan dihadiahi pundi-pundi emas." Sayembara ini sepintas terlihat
mudah, namun berendam di kolam pada saat musim dingin tentu bukan perkara
mudah. Walhasil, tak ada yang berani mencobanya.
Seorang miksin dari pelosok pedesaan,
karena tak tahan dengan tangisan kelaparan anaknya, memberanikan diri mengikuti
sayembara itu. Pundi-pundi emas membayang di pelupuk matanya. Bayangan itulah
yang mendorong dia akhirnya berangkat ke istana. Raja mempersilahkan dia masuk
ke kolam istana. Sekejap saja orang miskin ini masuk ke dalamnya, ia langsung
menggigil kedinginan. Giginya saling beradu, mukanya mendadak pucat dan
tubuhnya perlahan meringkuk.
Tiba-tiba ia melihat nyala api dari
salah satu ruang istana. Segera saja ia bayangkan dirinya berada dekat perapian
itu; ia bayangkan betapa nikmatnya duduk di ruangan itu. Mendadak rasa dingin
di tubuhnya, menjadi hilang. Kekuatan imajinasi membuatnya mampu bertahan.
Perlahan bayang-bayang pundi emas kembali melintas. Harapannya kembali tumbuh.
Keesokan harinya, Raja dengan takjub
mendapati si miskin masih berada di kolam istana. Si miskin telah memenangkan
sayembara itu. Raja penasaran dan bertanya "rahasia" kekuatan si
miskin. Dengan mantap si miskin bercerita bahwa ia mampu bertahan karena
membayangkan nikmatnya berada di dekat perapian yang ia lihat di sebuah ruangan
istana.
Lama sudah waktu berjalan sejak saya baca
kisah di atas sewaktu masih di Sekolah Dasar. Namun baru belakangan saya
menyadari kiasan dari cerita itu. Imajinasi dan harapan akan kehidupan yang
lebih baik telah menjadi semacam stimulus untuk kita bisa bertahan.
Ketika krisis ekonomi menghadang negara
kita, sekelompok orang menjadi panik tak karuan. Apa saja dilakukan mereka
untuk mempertahankan kenikmatan hidup. Mulai dari menjadi spekulan mata uang,
menimbun barang, menjilat penguasa dan meniupkan isu kemana-mana. Norma agama
telah dilanggar untuk kepentingan duniawi belaka. Akan tetapi, segelintir orang
tetap tenang karena sudah lama badan mereka di "bumi" namun jiwa
mereka di "langit".
Kelompok terakhir ini membayangkan
bagaimana nikmatnya hidup di "kampung akherat" nanti, sebagaimana
yang telah dijanjikan Allah. "Pundi-pundi kasih sayang ilahi"
membayang dipelupuk mata mereka.
Bagaikan si miskin yang tubuhnya berada
di dasar kolam, namun jiwanya berada di dekat perapian; bayangan "kampung
akherat" membuat mereka tenang dan tidak mau melanggar norma agama.
Bagaikan kisah si miskin di atas, boleh jadi Raja akan takjub mendapati mereka
yang bisa bertahan di tengah krisis ini, tanpa harus menjilat kepada istana
(apalagi bila jilatan itu dibumbui sejumput ayat dan hadis)
Ada seorang muslim yang tengah berpuasa,
rekan bulenya yang tinggal satu flat berulang kali mengetok pintu kamar hanya
untuk memastikan apakah si muslim masih hidup atau tidak. Orang bule itu tak
habis pikir bagaimana si muslim bisa bertahan hidup dan tetap beraktifitas
tanpa makan-minum selama lebih dari 12 jam. Rindu "kampung akherat"
menjadi jawabannya.
Sama dengan herannya seorang rekan
mendapati seorang muslimah di tengah musim panas (summer) tetap beraktifitas
sambil memakai jilbab. Ketika ada yang bertanya, "apa tidak kepanasan?"
Muslimah tersebut menjawab sambil tersenyum, "lebih panas mana dengan api
neraka?"
Kenikmatan "kampung akherat"
rupanya jauh lebih menarik buat seorang muslim/muslimah.
Oleh : Nadirsyah Hosen
Sumber referensi : At-tarbiyah,majalah islami,dan kiriman saudara
muslim