₪ Membaca Teks Suci (2) | contoh tarbiyah ₪
Ummat Islam menjadikan Al-Qur'an sebagai
sumber rujukan utama dan terutama. Kitab suci itu juga menjelaskan fungsinya
sebagai, "Kitab yang tiada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi orang
yang bertakwa"(Al-Baqarah:2). Karena tiada keraguan mengenai isinya, maka
semua informasi yang diberikan dalam Al-Qur'an pastilah benar. Hal ini tidaklah
mengherankan karena Al-Qur'an adalah Kalamullah; ia berasal dari Allah SWT.
Adalah wajib bagi ummat islam untuk meyakini bahwa satu huruf pun dalam
Al-Qur'an itu berasal dari Allah SWT.
Kitab suci yang diturunkan kepada
Muhammad SAW ini haruslah dibaca dan dipahami sebaik mungkin. Sayangnya, ada
dua hal yang menyulitkan kita untuk memahaminya. Pertama, Al-Qur'an menggunakan
bahasa Arab. Kedua,tema-temanya tidak tersusun rapi dan sistematis.
Kesulitan pertama lahir karena
ketidakmampuan sebagian besar diantara kita berbahasa arab dengan baik. Hal ini
diperparah dengan kenyataan bahwa sastra yang digunakan oleh Al-Qur'an sangatlah
tinggi. Bagi yang tidak menguasai bahasa Arab atau hanya sedikit menguasai
jelas amat sulit untuk menangkap maksud Al-Qur'an dengan baik. Bahkan mereka
yang bahasa ibunya bahasa Arab pun belum tentu mampu memahami kandungan bahasa
al-Qur'an. Untunglah terjemahan Al-Qur'an sudah dicetak dan beredar luas.
Tafsir berbahasa Indonesia juga sudah ada, semisal Tafsir Al-Azhar Buya Hamka.
Kesulitan kedua merupakan lanjutan logis
dari kesulitan pertama. 114 surat yang terbagi dalam 30 juz dan tersebar dalam
enam ribu lebih ayat bukanlah tersusun seperti ensiklopedi, yang entrinya
disusun secara alpabetikal. Tema dalam Al-Qur'an terkesan meloncat-loncat. Kita
akan gagal memahami maksud satu tema, bahkan satu ayat, dalam Al-Qur'an tanpa
menghubungkannya dengan sejumlah ayat lain; bahkan juga harus dibantu dengan
sejumlah riwayat hadis. Ini menunjukkan kita harus benar-benar memahami
Al-Qurâan secara satu kesatuan (holistik).
Berbeda dengan membaca ensiklopedi yang
bila telah menemukan satu entri maka kita dapat melupakan atau mengacuhkan
entri lainnya. Tapi tidak demikian halnya dengan Al-Qur'an. Membaca hanya surat
Al-Baqarah ayat 219 tentang khamr tidak akan meraih pemahaman yang utuh,
kecuali bila kita juga membaca QS. 47: 12, dan QS. 5:90. Untunglah kita tertolong
dengan beberapa kitab yang berfungsi sebagai indeks dalam mencari ayat
Al-Qur'an. Kitab Mu'jam al-Mufahras, Fathur Rahman atau Indeks Al-Qur'an
(terbitan Pustaka Bandung), Konkordansi Al-Qur'an (terbitan Litera Bogor)
hanyalah sekedar menyebut beberapa kitab yang sangat berguna bagi kita.
Persoalan yang paling utama adalah
bagaimana kita "membaca" Al-Qur'an sehingga hasil "bacaan"
tersebut dapat berpengaruh dan menjawab semua problematika kehidupan?
Buat anak IAIN, Al-Qur'an telah menjadi
obyek pembahasan tafsir; buat "paranormal", ayat Qur'an menjadi
jimat; buat pejabat, ayat Qur'an yang dikutipnya membuat ia dianggap sebagai
tokoh Islam, apalagi kalau ia kemudian bergabung dengan organisasi kumpulan
cendekiawan Islam; buat para da'i, ayat Qur'an harus dikutip dalam ceramahnya,
semakin banyak ayat yg dikutip semakin terlihat kealimannya; buat Sri Bintang
Pamungkas, ayat Qur'an juga bisa ditaruh di kartu lebaran
"politik"nya; buat AM Saefuddin dari PPP, ayat-ayat yang menyebut
"bintang" dikumpulkannya untuk memberi justifikasi lambang partainya;
buat seorang kiyai pendukung Golkar, problema umat islam bisa dipecahkan dengan
kumpulan ayat yang bila huruf awalnya disingkat akan melahirkan kata
"Golkar". Buat qari'-qari'ah, ayat Qur'an dilagukan di MTQ; dan masih
banyak macam dan ragam cara kita "memperlakukan" Al-Qur'an.
Tetapi, pernahkah kita berpikir untuk
menempatkan Al-Qur'an sesuai dengan proporsinya? Bila kita menghadapi masalah
yang berat pernahkah kita mencoba mencari jawabannya di Qur'an? Bila rezeki
Tuhan turun begitu melimpah atau tersendat-sendat kepada kita, adakah kita
temukan jawabannya dalam kitab suci? Bila kita berselisih dengan karib kerabat
pernahkah kita mencari penyelesaiannya dalam Al-Qur'an? Maukah kita disamping
membaca koran dan email tiap hari juga mau membaca al-Qur'an setiap hari?
Pernahkah kita introspeksi perjalanan hidup kita dengan melihat kandungan ayat
suci al-Qur'an sebagai "hakim"nya? Pada umur berapa kita mulai
tertarik dengan al-Qur'an dan bersedia menelaah ayat demi ayatnya?
Syaikh Abdullah Darraz berkata,
"Al-Qur'an itu bagaikan intan berlian. Dipandang dari sudut manapun tetap
memancarkan cahaya". Boleh jadi ada sejumlah surat (katakanlah Surat
Al-Ikhlas) yang sejak kecil kita baca (entah telah berapa ratus kali).
Pernahkah kita melihat "cahaya"nya yang berbeda-beda? Ketika kita
membaca surat Al-Ikhlas dalam satu kondisi boleh jadi kita mendapat satu
pemahaman. Di hari dan kondisi yang berbeda, boleh jadi ayat yang sama akan
melahirkan pemahaman yang berbeda pula. Semakin sering dibaca, semakin dalam
maknanya. Surat Yasin yang dibaca setiap minggu oleh sebagian dari kita,
seharusnya telah melahirkan pemahaman yang semakin mendalam setiap minggunya.
Jika kita mampu "membaca"
al-Qur'an lebih dari saat kita membaca huruf demi hurufnya, al-Qur'an tiba-tiba
menjadi "hidup". Seorang rekan bercerita, ketika ia hendak melakukan
perbuatan yang tercela, tiba-tiba ayat al-Qur'an melintas didepannya. Ia
terkejut melihat Allah langsung menegurnya dengan "menampakkan" ayat
Qur'an didepan matanya. Ketika ia membaca satu ayat, ia tak mampu memahaminya.
Namun ia teruskan juga membaca ayat selanjutnya, tiba-tiba ia terkejut karena
ia merasa "dibisiki" jawaban ketidaktahuannya melalui ayat
selanjutnya. Walhasil, setiap ia membaca al-Qur'an, selalu ia temukan jawaban.
Konon, menurut satu riwayat, al-Qur'an
itu berisikan tujuh makna lahir dan tujuh makna batin. Saya tak tahu makna
ditingkat keberapa yang sudah diraih rekan tersebut. Yang saya tahu, ia seorang
Ethiopia dan sedang menyelesaikan master dalam bidang ekonomi di kampus saya.
Yang saya tahu, ia tak berbeda dengan kita dalam hal keawaman terhadap disiplin
keislaman klasik (ia bukan seorang ulama), namun pada saat yang sama ia berbeda
dengan kita karena ia telah mampu "menghidupkan" al-Qur'an dan
membuktikan bahwa al-Qur'an itu memang Kitab petunjuk.
Wa Allahu a'lam bi al-Shawab
Oleh : Nadirsyah Hosen
Sumber referensi : At-tarbiyah,majalah islami,dan kiriman saudara
muslim