☼ Mimpi Buruk | contoh
cerpen karangan Anak bangsa ☼
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudariku
sobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Asa blog
sendiri ingin menjawab keinginan sahabat
untuk membaca cerpen cerpen buatan anak bangsa Indonesia,
Berikut cerpennya selamat membaca kawan . J
Matahari bersinar, burung-burung riuh berterbangan,
bermandikan cahaya. Pohon jati baru saja membuka matanya keluar dari alam
tidurnya. Mimpinya yang panjang buyar begitu saja ketika serombongan burung
pipit menabrak daun-daunnya.
Astagfirullah Al-'adzim, ya Allah!" jati terkejut setengah mati.
"Kenapa kamu Jati, mimpi buruk ya?" tanya Kenari dengan hati-hati.
"Iya Nari, aku mimpi buruk, ribuan rayap memakan akar-akarku, dan ulat-ulat bulu yang iiih jijik, mereka melahap daun dan anak-anakku"
"Tenanglah Jati, itukan Cuma mimpi…" bujuk Kenari.
"Emang betul cuma mimpi, tapi baru pertama kali aku bermimpi seburuk ini."
Sambil mengibaskan daun-daunnya yang mulai lusuh, Kenari memamerkan senyum manisnya, tubuh dan dahannya yang mulai berjanggut, kini terhembus angin sisa malam tadi. Lumut hijau yang menempel dikulitnya, menjadi pertanda bahwa dia sudah lama hidup dihutan ini.
"Iiiih sereem" desisnya pelan.
Sementara itu tak jauh dari lereng gunung, dimana Kenari dan Jati berdiri, terlihat puluhan manusia berseragam biru dan kepalanya terbungkus helm berwarna kuning, mereka sedang sibuk menggunduli sebuah bukit diseberang sana. Suara gergaji mesin meraung-raung, mereda suara jeritan induk burung dan anak-anaknya yang turut jatuh bersama tumbangnya pepohonan yang menjadi korban kebiadaban mereka, sementara itu binatang-binatang lainpun turut panik, mereka berhamburan mencari tempat tempat yang aman.
"Babad semuanya jangan ragu-ragu, besok pagi kita harus sudah berada di lereng gunung sebelah sana", perintah seorang diantara mereka dengan angkuhnya.
"Baik pak."
Dan pohon-pohon dibukit itupun habis ditebang manusia-manusia jahanam itu. Tinggal tunggul-tunggul dan kepalan asap dari kobaran api yang melahap kayu kering dan rerumputan disekelilingnya.
***
Malam itu………
Langit tampak mendung dan awanpun terlihat berat bergerak, sesekali kilatpun ikut berkelebat memamerkan cahaya kemarahannya. Sementara itu, Jati dan Kenari bercengkrama, setelah mereka mendengar kabar dari seekor burung Hantu, bahwa bukit sebelah sana, kini telah diobrak-abrik oleh segerombolan manusia hanya dalam satu hari saja.
"Sungguh kejam manusia itu, tak pernah memikirkan makhluk lain, padahal kita kan sama-sama makhluk Tuhan" Jati mengawali perbincangan mereka.
"Begitulah manusia, Jati, beruntung dulu nenek moyang kita menolak tawaran Tuhan untuk menjadi Khalifah dibumi ini, sebab menjadi khalifah itu tugasnya berat sekali."
"Berat apanya Nari, bukankah jadi pemimpin itu enak ?"
"Siapa bilang Jati, setiap pemimpin itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya kelak di persidangan Tuhan. Karena tugas pemimpin itu menjaga apa yang telah diamanahkan Tuhan padanya. Diantaranya, menjaga gunung-gunung, menjaga kita para tumbuhan, sungai, binatang-binatang serta makhluk-makhluk lainnya."
"O…Begitu ya. pantesan banyak saudara kita meninggal dipulau Jawa sana. Tubuh mereka diusung kenegeri lain, bahkan burung pipit, ular dan seranggapun dimusnahkan oleh manusia. Mereka memang kejam. Mereka tidak bisa menjaga amanah Tuhan. Mereka terlalu terobsesi dengan tubuh kita, sehingga lupa, kita pun butuh saudara kita yang lain. Sebetulnya aku rela mati demi menghidupi bangsaku dinusantara ini, hanya aku ingin anak-anakku jangan dulu dibunuh, mereka belum kekar. Dan kalau mereka dibunuh, siapa yang akan meneruskan generasiku ?
"Betul Jati, betul katamu, banyak saudara kita yang punah, akibat keserakahan manusia, mereka hanya mementingkan perut mereka sendiri."
***
Bersama hembusan angin malam, daun-daun jati ikut bergoyang melontarkan irama dzikirnya yang indah tak pernah disadari oleh manusia.
"Hie'eeeng…" Pohon Kenari terbangun dari tidurnya, matanya terbelalak ketika melihat puluhan manusia berpakaian biru memekai helm itu, telah berada disekitarnya. Sebagian dari mereka membawa gergaji mesin dan yang lainnya membawa peralatan berupa seperangkat alat-alat penebangan pohon, keserakahan dan kebiadaban pun terlihat diwajah-wajah mereka.
Melihat tajamnya gergaji dan suaranya yang lebih nyaring dari auman srigala yang lapar, kini Jati dan Kenari hanya diam.
"Hie'eeng" pohon cemara terjungkel, ambruk mencium tanah, disusul randu, dan mahoni. Tidak hanya itu, anak-anak mereka yang baru saja tumbuh beberapa bulanpun turut ditumbang habis.
***
Tak seperti biasanya, angin pagi bertiup kencang, awan bergumul dipuncak gunung, angin barat datang, angin timur muncul, awan selatan dan utara tiba-tiba menjelma menjadi warna kelabu, bertumpuk menjadi satu dan berputar. Tiba-tiba…
"Blaaar.." cahaya api itupun kembali dicambukkan, suara yang menggelegar mengiringnya, dan hujanpun turun dengan begitu derasnya. Hujan yang deras, tak membuat para penebang berhenti. "tanggung" katanya.
Kini giliran Jati tiba, iapun terkejut setengah mati, ketika melihat berseragam biru itu mengelilinginya. Ingin rasanya ia menendang manusia-manusia biadab itu, namun apa dayanya, Tuhan hanya menakdirkan dia untuk diam, dan diam untuk selamanya. Dan akhirnya tubuhnya rubuh terpelanting kejurang yang menganga kesebelah lereng bukit.
Angin semakin bertiup kencang, seluruh pohon dilereng gunung itu meliuk-liuk dan hujan terus mengguyur bumi tak mau berhenti, dan puluhan manusia berseragam itupun akhirnya kewalahan, mereka tak dapat bertahan lama, pohon-pohon mulai tumbang, dahan dan ranting yang lapuk patah terbawa angin dan menimpa manusia-manusia berseragam biru itu.
"Aaaah.. tolooong !!" lengkingan manusia-manusia itu panjang terdengar dari mulut mereka. Dan akhirnya sebagian dari mereka pun terlempar kejurang, setelah sebatang pohon besar menghadang tubuh mereka.
Sementara itu pohon Kenari tak sanggup lagi menahan keroyokan angin badai yang terlihat mendorong tubuhnya dari segala arah, akarnya tak lagi kuat menancap pada tanah, tubuhnya yang hampir lapuk terlalu lemah untuk menahan dentuman angin yang bertubi-tubi menghantamnya, tetapi ia tetap berdzikir sampai akhirnya sebuah pukulan anginpun menyambarnya.
Kini Kenari merasa bahwa dirinya sedang melayang, dan perlahan-lahan mulai terang. Ia melihat tubuhnya terkujur kaku menindih tubuh sang ketua penebang pohon itu. Sesaat kemudian dua cahaya mengangkatnya naik kelangit, semuanya terasa ringan, ringan seperti kapas.
Astagfirullah Al-'adzim, ya Allah!" jati terkejut setengah mati.
"Kenapa kamu Jati, mimpi buruk ya?" tanya Kenari dengan hati-hati.
"Iya Nari, aku mimpi buruk, ribuan rayap memakan akar-akarku, dan ulat-ulat bulu yang iiih jijik, mereka melahap daun dan anak-anakku"
"Tenanglah Jati, itukan Cuma mimpi…" bujuk Kenari.
"Emang betul cuma mimpi, tapi baru pertama kali aku bermimpi seburuk ini."
Sambil mengibaskan daun-daunnya yang mulai lusuh, Kenari memamerkan senyum manisnya, tubuh dan dahannya yang mulai berjanggut, kini terhembus angin sisa malam tadi. Lumut hijau yang menempel dikulitnya, menjadi pertanda bahwa dia sudah lama hidup dihutan ini.
"Iiiih sereem" desisnya pelan.
Sementara itu tak jauh dari lereng gunung, dimana Kenari dan Jati berdiri, terlihat puluhan manusia berseragam biru dan kepalanya terbungkus helm berwarna kuning, mereka sedang sibuk menggunduli sebuah bukit diseberang sana. Suara gergaji mesin meraung-raung, mereda suara jeritan induk burung dan anak-anaknya yang turut jatuh bersama tumbangnya pepohonan yang menjadi korban kebiadaban mereka, sementara itu binatang-binatang lainpun turut panik, mereka berhamburan mencari tempat tempat yang aman.
"Babad semuanya jangan ragu-ragu, besok pagi kita harus sudah berada di lereng gunung sebelah sana", perintah seorang diantara mereka dengan angkuhnya.
"Baik pak."
Dan pohon-pohon dibukit itupun habis ditebang manusia-manusia jahanam itu. Tinggal tunggul-tunggul dan kepalan asap dari kobaran api yang melahap kayu kering dan rerumputan disekelilingnya.
***
Malam itu………
Langit tampak mendung dan awanpun terlihat berat bergerak, sesekali kilatpun ikut berkelebat memamerkan cahaya kemarahannya. Sementara itu, Jati dan Kenari bercengkrama, setelah mereka mendengar kabar dari seekor burung Hantu, bahwa bukit sebelah sana, kini telah diobrak-abrik oleh segerombolan manusia hanya dalam satu hari saja.
"Sungguh kejam manusia itu, tak pernah memikirkan makhluk lain, padahal kita kan sama-sama makhluk Tuhan" Jati mengawali perbincangan mereka.
"Begitulah manusia, Jati, beruntung dulu nenek moyang kita menolak tawaran Tuhan untuk menjadi Khalifah dibumi ini, sebab menjadi khalifah itu tugasnya berat sekali."
"Berat apanya Nari, bukankah jadi pemimpin itu enak ?"
"Siapa bilang Jati, setiap pemimpin itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya kelak di persidangan Tuhan. Karena tugas pemimpin itu menjaga apa yang telah diamanahkan Tuhan padanya. Diantaranya, menjaga gunung-gunung, menjaga kita para tumbuhan, sungai, binatang-binatang serta makhluk-makhluk lainnya."
"O…Begitu ya. pantesan banyak saudara kita meninggal dipulau Jawa sana. Tubuh mereka diusung kenegeri lain, bahkan burung pipit, ular dan seranggapun dimusnahkan oleh manusia. Mereka memang kejam. Mereka tidak bisa menjaga amanah Tuhan. Mereka terlalu terobsesi dengan tubuh kita, sehingga lupa, kita pun butuh saudara kita yang lain. Sebetulnya aku rela mati demi menghidupi bangsaku dinusantara ini, hanya aku ingin anak-anakku jangan dulu dibunuh, mereka belum kekar. Dan kalau mereka dibunuh, siapa yang akan meneruskan generasiku ?
"Betul Jati, betul katamu, banyak saudara kita yang punah, akibat keserakahan manusia, mereka hanya mementingkan perut mereka sendiri."
***
Bersama hembusan angin malam, daun-daun jati ikut bergoyang melontarkan irama dzikirnya yang indah tak pernah disadari oleh manusia.
"Hie'eeeng…" Pohon Kenari terbangun dari tidurnya, matanya terbelalak ketika melihat puluhan manusia berpakaian biru memekai helm itu, telah berada disekitarnya. Sebagian dari mereka membawa gergaji mesin dan yang lainnya membawa peralatan berupa seperangkat alat-alat penebangan pohon, keserakahan dan kebiadaban pun terlihat diwajah-wajah mereka.
Melihat tajamnya gergaji dan suaranya yang lebih nyaring dari auman srigala yang lapar, kini Jati dan Kenari hanya diam.
"Hie'eeng" pohon cemara terjungkel, ambruk mencium tanah, disusul randu, dan mahoni. Tidak hanya itu, anak-anak mereka yang baru saja tumbuh beberapa bulanpun turut ditumbang habis.
***
Tak seperti biasanya, angin pagi bertiup kencang, awan bergumul dipuncak gunung, angin barat datang, angin timur muncul, awan selatan dan utara tiba-tiba menjelma menjadi warna kelabu, bertumpuk menjadi satu dan berputar. Tiba-tiba…
"Blaaar.." cahaya api itupun kembali dicambukkan, suara yang menggelegar mengiringnya, dan hujanpun turun dengan begitu derasnya. Hujan yang deras, tak membuat para penebang berhenti. "tanggung" katanya.
Kini giliran Jati tiba, iapun terkejut setengah mati, ketika melihat berseragam biru itu mengelilinginya. Ingin rasanya ia menendang manusia-manusia biadab itu, namun apa dayanya, Tuhan hanya menakdirkan dia untuk diam, dan diam untuk selamanya. Dan akhirnya tubuhnya rubuh terpelanting kejurang yang menganga kesebelah lereng bukit.
Angin semakin bertiup kencang, seluruh pohon dilereng gunung itu meliuk-liuk dan hujan terus mengguyur bumi tak mau berhenti, dan puluhan manusia berseragam itupun akhirnya kewalahan, mereka tak dapat bertahan lama, pohon-pohon mulai tumbang, dahan dan ranting yang lapuk patah terbawa angin dan menimpa manusia-manusia berseragam biru itu.
"Aaaah.. tolooong !!" lengkingan manusia-manusia itu panjang terdengar dari mulut mereka. Dan akhirnya sebagian dari mereka pun terlempar kejurang, setelah sebatang pohon besar menghadang tubuh mereka.
Sementara itu pohon Kenari tak sanggup lagi menahan keroyokan angin badai yang terlihat mendorong tubuhnya dari segala arah, akarnya tak lagi kuat menancap pada tanah, tubuhnya yang hampir lapuk terlalu lemah untuk menahan dentuman angin yang bertubi-tubi menghantamnya, tetapi ia tetap berdzikir sampai akhirnya sebuah pukulan anginpun menyambarnya.
Kini Kenari merasa bahwa dirinya sedang melayang, dan perlahan-lahan mulai terang. Ia melihat tubuhnya terkujur kaku menindih tubuh sang ketua penebang pohon itu. Sesaat kemudian dua cahaya mengangkatnya naik kelangit, semuanya terasa ringan, ringan seperti kapas.
Sumber inspirasi : kota santri [dot]
com , Republika [dot] com , helvitiana
rosa , MQMedia[dot]com ,dakwah.org serta beberapa majalah dan buku
kumpulan cerpen