Militer Amerika Serikat sedang menyelidiki sebuah brigade AD yang
prajuritnya diduga menjalankan sebuah "tim pembunuh" dengan tugas
menjagal warga sipil Afghanistan. Seorang brigadir jenderal menjalani
pemeriksaan dari "atas ke bawah" setelah lima dari anggota Brigade
Stryker 5 akan diajukan ke meja hijau awal tahun ini, karena terlibat
pembunuhan tiga warga sipil Afghanistan, melakukan mutilasi anggota
tubuh para korban dan mengumpulkan jari dan tengkorak mayat sebagai
trofi.
Di antara permasalahan yang
diangkat dalam pemeriksaan itu adalah kegagalan para komandan mengatasi
kasus tesebut padahal aksi biadab itu ramai dibicarakan di kalangan
prajurit. Kopral Kepala Calvin Gibbs, pemimpin kelompok eksekutor yang
digambarkan sebagai pasukan maut yang bertugas di Provinsi Kandahar
selatan Afghanistan, menjadi tersangka perencana pembunuhan warga sipil
dengan menggunakan granat dan senapan, lalu memanipulasi kematian mereka
dengan menyebutnya sebagai korban resmi di medan perang. Pria berusia
26 tahun itu menolak dakwaan tiga pembunuhan dan tindak kriminal
lainnya.
Empat prajurit lainnya dituntut
karena terlibat setidaknya dalam satu dari tiga pembunuhan yang terjadi
dalam kurun waktu lebih dari 5 bulan di tahun 2010 itu. Termasuk di
antara mereka adalah Prajurit Kepala Adam Winfield. Pembicaraan Winfield
di Facebook dengan ayahnya, Christopher, tentang persetujuan para
prajurit atas aksi pembunuhan tersebut dibeberkan oleh pengacaranya.
Sebagaimana dilansir Guardian,
dalam obrolannya Winfield bercerita bahwa semua prajurit Amerika itu
tidak peduli dan tidak ada yang menentang aksi pembunuhan warga sipil
Afghanistan. Mereka semua tahu bahwa aksi pembunuhan itu direncanakan.
Winfield menulis, "Semuanya
ingin membunuh orang dengan cara apapun. Mereka tidak peduli." Katanya,
tentara (AD) penuh dengan gerombolan "scumbags", bajingan.
Orangtua Winfield kemudian
menghubungi pihak militer terkait pembunuhan-pembunuhan itu. Putranya
kemudian mengaku menembakkan senjatanya ke arah orang Afghanistan
ketiga, yang dua bulan setelahnya disangka orang menjadi korban
pembunuhan. Kepada para penyidik, saat interogasi yang direkam dan
videonya ditampilkan dalam sesi dengar pendapat pra-peradilan, Winfield
mengatakan bahwa Calvin Gibbs membentuk "tim pembunuh".
Prajurit lainnya Jeremy Morlock,
yang menjadi terdakwa di pengadilan militer dalam ketiga kasus
pembunuhan, juga menunjuk Gibbs sebagai orang yang mengatur
pembunuhan-pembunuhan warga sipil Afghanistan.
"Gibbs memiliki kebencian yang
murni atas semua orang Afghanistan dan terus-menrus menyebut mereka
sebagai sampah," kata Morlock.
Tujuh prajurit lainnya didakwa
dengan dakwaan yang lebih ringan, termasuk di antaranya penggunaan
narkoba, mengoleksi bagian tubuh korban sebagai suvenir dan
menutup-nutupi kasus pembunuhan. Gibbs diduga menyimpan tulang-tulang
jari, kaki dan gigi dari mayat-mayat orang Afghanistan. Seorang prajurit
lain disebut-sebut mengoleksi sebuah tengkorak manusia.
Beberapa prajurit juga dituntut
karena mengambil gambar dengan pose di samping mayat korbannya,
seakan-akan mereka sedang dalam permainan berburu. Sejauh ini pihak
militer menolak menampilkan foto-foto yang menjadi bukti tersebut,
karena takut akan memicu pembalasan terhadap pasukan mereka di
Afghanistan.
Awal bulan Desember 2010, salah
satu prajurit yang didakwa, Kopral Kepala Robert Stevens, mengajukan
tawaran pengakuan bersalah kepada jaksa penuntut. Dia diputuskan
bersalah karena melakukan tindakan berlebihan dalam dua kasus pembunuhan
dan dihukum 9 bulan penjara, setelah menyatakan setuju untuk menjadi
saksi yang memberatkan atas 10 prajurit lain yang menjadi anggota di
kesatuannya. Dia juga mengaku bersalah karena telah berbohong mengenai
tindak kriminal yang dilakukannya serta mengaku lalai dalam tugas.
Stevens juga menghadapi tuntutan yang bisa membawanya mendekam di
penjara hingga 19 tahun.
(Sumber: hidayatullah)