BERHENTINYA Blackberry memproduksi ponsel pintar menambah daftar panjang perusahaan-perusahaan besar yang tergulung oleh ombak besar perubahan. Kreativitas dan inovasi yang diimbangi dengan kecepatan mengantisipasi perubahan menjadi semakin relevan jika kita ingin tetap bertahan. Sekadar punya visi, dan berjiwa pemimpin saja tidak lagi cukup.
Seorang pengusaha yang bisa digolongkan sebagai konglomerat, terkenal sangat kreatif dan selalu menjadi pionir dalam bisnisnya. Ia kerap menemukan jalan yang simpel, tetapi sering tidak terpikirkan oleh orang lain. Ia sangat dominan di organisasinya, disegani karena argumentasi-argumentasinya. Tetapi, apakah kreativitasnya ini menular pada anak buahnya? Ternyata tidak.
Apa yang terjadi pada organisasinya? Organisasinya yang terus menggelembung karena berkembangnya bisnis si konglomerat, diisi oleh orang-orang yang hanya kuat melaksanakan operasional perusahaan. Bukan orang-orang yang melakukan perbaikan terus menerus, bersemangat untuk mengembangkan dan meremajakan perusahaan sehingga selalu tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Apa akibatnya? Semua orang waswas dan tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi bila si konglomerat tidak ada lagi. Pemimpin tidak bisa menjadi kreatif dan inovatif seorang diri. Dia harus mampu membangun budaya tersebut di dalam organisasi. It’s not about your creativity but your team’s creativity.
Kita tahu bahwa banyak perusahaan perusahaan start up mengandalkan dan bertumbuh dari inspirasi inovasi sebuat tim. Bahkan, setelah perusahaan seperti Google dan Facebook menjadi besar seperti raksasa, para pemimpinnya masih menjaga suasana kreatif inovatif di dalam organisasi. Mereka yakin bahwa sekali berkubang dalam praktik yang lama dan terjebak dalam comfort zone, perusahaan akan tergilas. Itulah sebabnya para pemimpin kreatif ini berfokus dan respek pada pemikiran dan ide-ide timnya. Bahkan, disrupsi dan interupsi dibudayakan sebagai pendekatan yang positif. Kebebasan berpikir dianggap sebagai hal yang berharga, dan terus diamankan. Kesalahan-kesalahan dipelajari dan disambut secara positif.
Bandingkan dengan perusahaan lain yang seringkali mem-peties-kan kesalahan demi menyelamatkan muka. Dari sini kita bisa belajar membedakan perusahaan yang tidak mempunyai semangat berinovasi dengan yang berkembang laju walaupun tidak bermodal besar. Rasa percaya yang beredar bukan sekadar rasa percaya terhadap adanya kejujuran, loyalitas dan fairness, tetapi rasa percaya pada ide yang masih belum terealisasi, mentah, sebagai komoditi yang berharga.
Motivasi dan inspirasi tidak sama
Bila pada dekade lalu kita sangat percaya bahwa motivasi bisa mempertahankan kinerja institusi atau perusahaan, sekarang motivasi saja tidaklah cukup. Bahkan, sekedar imajinasi, tanpa kelanjutan menjadi inspirasi, tetap belum memadai. Dari mana kita bisa mendapatkan semua ini? Kunci dari bertumbuhnya inspirasi adalah perbedaan. Kita semua berbeda. Kita pun perlu tahu mengapa dan sejauh mana kita berbeda dari orang lain.
Bila kita menyadari, mengenali dan bisa menggambarkan perbedaan, kita bisa bekerja lebih baik dalam tim karena kita bisa menghargai orang lain lengkap dengan keberbedaannya. Kita bisa menelaah tim kita sendiri. Mereka semua memiliki perbedaan kebutuhan, sifat, karakter, dan pendekatan. Menjadikan orang lain inspirasi kita bisa membuat pemikiran kita berkembang dan kreatif. Pemimpin kreatif perlu mampu memfasilitasi keberbedaan individual ini sampai ke titik optimal karena keberbedaan ini menjadi modal yang lebih besar untuk berkinerja. Perbedaan individual ini bisa dirasakan pelanggan, orang luar, dan anggota tim sebagai sesuatu yang unik.
Mempraktikkan Kreativitas
Semua orang sudah tahu, bahwa comfort zone berbahaya. Tetapi apa yang sudah kita lakukan agar orang bisa melompat keluar kandang dan membuat perbedaan? Steve Jobs, bahkan sampai Martin Luther King, selalu mulai dari diri sendiri. Mereka selalu memprovokasi diri untuk bergerak dan mengambil tindakan. Mereka selalu mencari kemungkinan baru. Mereka menginvestigasi perubahan dan selalu mempertanyakan mengapa orang lain tidak berubah. Agar senantiasa bisa bergerak dan mendapat kesempatan baru ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan pengetahuan dan kerja logika kita. Kita perlu juga mengasah intuisi kita. Intellect without intuition makes for a smart person without impact.
Musuh lain dari kreativitas adalah sikap perfeksionis yang berlebihan. Memang dalam pelayanan, ketaatan pada sistem dan prosedur adalah mutlak. Namun, bilamana kita terjebak pada keteraturan prosedur standar, dengan mudah kita akan terbuai dan merasa sudah benar. Kita lupa bahwa yang sudah benar sekarang segera akan menjadi usang di masa depan. Kita sendirilah yang selalu harus mengambil ancang-ancang untuk melakukan lompatan-lompatan raksasa sebelum terperangkap dalam kejayaan masa lalu semata.
Jadi, perbedaan utama dari pemimpin yang kreatif dengan yang tidak adalah dalam “action”nya. Pemimpin terbaik tetap memprovokasi dirinya dan orang di sekitar untuk bergerak mengambil tindakan. Ia memilih kemajuan dan tidak berhenti pada kesempurnaan semu. Kita juga tidak bisa menunggu sampai kehidupan dan kenyataan menuntun kita untuk berubah karena sebenarnya tuntutan untuk berubah itu selalu ada. “There is nothing permanent except change” - Heraclitus
Dimuat dalam KOMPAS, 8 Oktober 2016 - Experd